Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rahma.syndromeAvatar border
TS
rahma.syndrome
(Short Story) Surat Lamaran Pekerjaan


Source :Unsplash

Selena duduk di depan kalender yang tergantung di dinding kamarnya, matanya tertuju pada angka empat yang tercetak tebal pada bulan itu. Dengan hati yang berat, dia melingkari angka tersebut dengan spidol merah. Kini genap sepuluh bulan dia menjadi seorang pengangguran sejak dia menamatkan kuliah.

Rasa frustrasi mulai merayap di hati Selena. Dia merenung sejenak, mengingat perjuangannya selama beberapa bulan terakhir, mengirim berkas lamaran kerja ke berbagai perusahaan, menghadiri beberapa wawancara, namun tidak satu pun yang menawarkan pekerjaan padanya. Rasanya seperti dia terjebak dalam siklus yang tidak berujung, terjerat dalam labirin pencarian pekerjaan yang tidak kunjung berakhir.

Dengan perasaan campur aduk antara keputusasaan dan tekad untuk terus mencoba, Selena menghela nafas panjang. Dia tahu bahwa dia harus tetap kuat dan berusaha keras, meskipun tantangan yang dihadapinya sangat besar. Angka empat yang dilingkari di kalender menjadi simbol harapan yang selalu dia pegang erat, mendorongnya untuk terus maju dan tidak menyerah pada kegagalan.

“Apa harus menyerah?” lirih Selena.

Puluhan surat lamaran sudah dia tulis. Puluhan CV sudah dia kirim. Bahkan puluhan kali dia menangis atas kegagalan yang dia terima.

Setiap kali Selena melewati gedung-gedung perkantoran atau melihat iklan lowongan pekerjaan, perasaannya tercampur antara keinginan yang membara dan keputusasaan yang menyiksa. Setiap kali dia menghadiri wawancara, perasaan cemas dan ketidakpastian memenuhi pikirannya, diikuti dengan rasa kecewa yang mendalam ketika dia menerima jawaban yang mengecewakan.

“Sel, Ayah lihat temanmu sudah menjadi pegawai kantoran. Kamu kapan? Sudah sepuluh bulan kamu lulus kuliah, masa belum mendapatkan pekerjaan sama sekali?”

Lagi dan lagi Selena dihantui oleh tuntutan orang tua. Kedua orang tuanya menuntut Selene untuk cepat bekerja sebagai pegawai kantoran. Duduk di dalam ruangan yang dingin, memakai seragam rapi, dan bekerja di depan komputer.

“Sabar, Ayah. Selena sedang berusaha,” ucap Selena lemah.

“Ck, kamu ini! Ayah sudah menyekolahkan kamu tinggi-tinggi biar jadi pegawai kantoran, tapi kamu malah jadi pengangguran!” cecar sang ayah dengan wajah dingin.

“Ayah pikir Selena tidak berusaha? Selena berusaha! Selena kirim lamaran pekerjaan kesana-kemari, tapi memang belum rezekinya.”

“Ayah lelah bekerja! Harusnya kamu cepat bekerja agar bisa membantu adikmu.”

Selena menghela napas panjang, menahan rasa sakit di hatinya. Di saat-saat seperti ini, dia hanya butuh dorongan dari orang terdekat. Namun, orang terdekatnya justru menghakiminya.

Entah berapa kali Selena harus berdebat dengan orang tuanya karena dirinya tak kunjung mendapat pekerjaan. Dia juga harus menahan amarah karena ucapan tetangganya. Bahkan, dia harus menahan air mata ketika keluarga besar memandang sinis pada dirinya.

“Selena, kamu sudah lulus kuliah dari lama tapi kenapa belum dapat pekerjaan? Itu anak Tante yang baru lulus kuliah sebulan aja udah dapet kerjaan, loh,” ujar salah satu anggota keluarganya.

Lagi dan lagi Selena hanya menarik napas panjang dan menahan air mata. Dia lelah membela diri. Dia lelah menjelaskan kepada orang lain. Dia juga lelah berusaha agar orang lain mengerti.

“Ibu sudah tidak berharap kamu bekerja di kantor lagi. Terserah kamu mau bekerja sebagai apa, yang penting bekerja, Selena,” ucap Ibunya di suatu pagi.

“Selena besok ada wawancara, Bu.”

“Puluhan kali kamu bilang mau wawancara, tapi tidak satupun yang berhasil.”

“Sabar, Bu. Selena sedang berusaha.”

Dalam kegelapan kamar yang sunyi, Selena terdiam di atas kasur. Wajahnya terbungkus dalam kegelapan yang sama dengan ruangan yang seakan mencerminkan perasaannya yang terpuruk. Mata yang pernah berbinar kini redup, kehilangan cahaya yang dulu menggambarkan harapan. Air mata terus mengalir tanpa henti, meluncur perlahan di pipi pucatnya, menghapus jejak-jejak ketegaran yang pernah ada.

Dalam hening yang menyiksa, suara getaran napas tersendat-sendat, diiringi desiran angin malam yang mengguncang jendela. Namun, suara paling meresap adalah erangan pelan yang melintas di ruang kecil itu. Itu adalah erangan kesedihan yang tanpa kata, keputusasaan yang tak terucapkan, yang memenuhi ruangan dengan aura kehampaan yang tak terucapkan.

Tangan gemetar berusaha menenangkan diri, merangkul tubuhnya sendiri dalam pelukan yang tak terucapkan. Namun, kekosongan dalam dirinya masih terasa, menggema dalam keheningan gelap malam. Dia merasa terjebak dalam labirin keputusasaan yang tak kunjung berujung, dan dalam kelelahan yang tak terlukiskan, dia terus menangis dalam diam.

Selena benar-benar terpuruk. Tangisnya berlanjut hingga dia terlelap tidur. Tidur menjadi tempat perlindungan dari semua kegelapan yang melanda, memberinya kesempatan untuk beristirahat sejenak dari perjuangannya yang tak kenal lelah. Di dalam dunia mimpi yang penuh dengan ketenangan, dia menemukan sedikit kedamaian yang selama ini dicarinya.

Keesokan harinya, Selena bergegas pergi untuk mencari udara segar. Dia memilih untuk berjalan-jalan di pinggiran jalan yang ramai. Di antara keramaian, tiba-tiba sebuah ide muncul dalam benaknya, ide untuk memulai usaha sendiri. Hatinya berdebar-debar menyambut inspirasi yang tiba-tiba itu, dan tanpa ragu, dia segera menyusun rencana dalam benaknya.

Selena mengutarakan ide kepada orang tuanya. Bahkan dia meminjam modal kepada orang tuanya untuk membuka usaha tersebut. Namun, kemarahan ayahnya kembali tersulut setelah mendengar ide Selena.

“Kamu ini ada-ada saja, Ayah tidak memiliki uang untuk modal usaha kamu. Lagian, kalau usahanya gagal kamu mau bagaimana?”

“Daripada memikirkan untuk membuka usaha, lebih baik kamu mendaftar pekerjaan yang layak!”

Kali ini Selena tak pantang menyerah. Dia sudah bertekad untuk membuka usaha kecil-kecilan. Jika dirinya tidak bisa mendapatkan pekerjaan, maka sudah seharusnya Selena membuka lapangan pekerjaan untuk orang. Mimpi itu tiba-tiba mendorong Selena untuk berusaha keras.

Setelah berpikir panjang, Selena memutuskan untuk meminjam modal kepada temannya untuk memulai usaha. Dengan modal yang diperolehnya, Selena mulai melangkah maju, mengatasi setiap hambatan dengan tekad yang bulat.

Selena mulai membuka usaha angkringan sederhana. Dia mempelajari banyak hal demi usahanya tersebut. Waktu dan tenaga dia korbankan untuk sebuah angkringan di sudut kecil yang sepi di pinggir kota.

Perjalanan menjadi seorang pengusaha tidaklah mudah. Selena harus bekerja keras, belajar dari kesalahan, dan menghadapi tantangan yang datang bertubi-tubi. Namun, dengan ketekunan dan ketabahan yang luar biasa, usahanya mulai berkembang. Setiap hari, dia bekerja tanpa lelah, membangun bisnisnya dari nol.

Dan akhirnya, hari itu tiba. Usahanya mulai berkembang pesat, dan dia berhasil membayar hutangnya kepada temannya dengan bangga. Dia juga berhasil membuktikan kepada orang tuanya bahwa keputusannya untuk membuka usaha adalah langkah yang tepat. Selena tidak hanya berhasil membuka usaha, tetapi juga membuktikan kepada semua orang di sekitarnya bahwa dia mampu mencapai kesuksesan tanpa harus menjadi pegawai kantoran.

Dengan tekad dan kerja kerasnya, Selena telah mengubah impian menjadi kenyataan, dan membangun kehidupan yang sukses dari awal yang sederhana. Dia berhasil membuka beberapa cabang usahanya dan menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain.
0
23
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan