Di sebuah desa terpencil yang bernama Desa Talaga, berdiri megah sebuah rumah tua yang menjulang di pinggiran hutan. Rumor tentang rumah itu berkembang dengan cepat di kalangan warga desa. Konon, rumah itu dihuni oleh kehadiran gaib yang mengerikan. Suara-suara aneh sering terdengar dari dalam rumah gubuk itu, dan pohon besar di halaman belakangnya tampak seperti menyimpan rahasia kelam.

Keempat sahabat, Riyadi, Rahmat, Sinta, dan Aulia, adalah para petualang yang selalu penasaran dengan misteri-misteri yang ada di sekitar mereka. Mereka tidak bisa menahan rasa ingin tahu mereka terhadap cerita-cerita seram yang beredar tentang rumah tua itu. Setiap malam, menjelang Maghrib, ketika langit mulai meredup, mereka berkumpul di depan rumah tua dengan hati penuh keberanian.

Dibekali dengan senter, kamera, dan peralatan lainnya, mereka melangkah masuk ke dalam rumah tua yang kelam. Hembusan angin sejuk menyambut mereka, membuat bulu kuduk mereka merinding. Pintu yang keropos terbuka sendiri dengan gemerincing yang merindingkan. Meskipun perasaan ketakutan merayapi hati mereka, keempat sahabat itu terus maju.

Senter yang mereka bawa menerangi lorong-lorong gelap rumah itu. Suasana di dalam begitu hening, hanya terdengar langkah-langkah hati mereka yang berdebar-debar. Tiba-tiba, langkah kaki berderap di atas lantai kayu yang retak terdengar dari kejauhan. Mereka berhenti sejenak, mendengarkan dengan penuh perhatian. Namun, tak ada yang mereka lihat kecuali kegelapan yang menyelimuti.

Tak terpengaruh oleh kejadian itu, mereka melanjutkan penyelidikan mereka. Setiap sudut rumah tua itu mereka telusuri, mencari tahu sumber suara-suara aneh yang beredar. Dan akhirnya, mereka tiba di sebuah kamar yang pintunya terbuka dengan sendirinya. Di sudut kamar, terdapat sekelompok boneka tua yang tertata rapi.

Riyadi, yang penuh rasa ingin tahu, mengambil salah satu dari boneka itu. Seketika, boneka-boneka lainnya mulai bergerak dengan sendirinya. Kepala boneka berputar perlahan, seolah sedang "berbicara" satu sama lain. Suara desisan angin semakin kencang, menciptakan suasana yang semakin menakutkan.

Rahmat, dengan hati-hati, mendekati satu boneka dan mencoba berbicara padanya. Tiba-tiba, boneka itu berbicara dengan suara serak dan cempreng, "Siapa yang berani mengganggu kami?" Suara itu memantul di dinding kamar, membuat suasana semakin mencekam.

Sinta mencoba merekam percakapan dengan kamera yang mereka bawa. Namun, ketika mereka memutar kembali rekaman tersebut, suara aneh yang sebelumnya ada tidak terdengar. Seolah-olah suara-suara itu hanya bisa didengar dalam suasana langsung.

Ketika Aulia mencoba membidikkan senter pada satu boneka, cahaya yang dipancarkan mengungkapkan wajah-wajah boneka yang mengerikan. Mereka memiliki mata merah menyala dan senyum yang mengerikan di wajahnya. Saat itu, suasana semakin kacau dan menakutkan.

Tiba-tiba, pintu kamar tertutup dengan keras, mengurung mereka di dalam. Mereka berusaha membuka pintu dengan kepanikan, tetapi pintu itu tidak bergeming. Suara tawa miring dan bisikan-bisikan semakin dekat, dan bayangan-bayangan gelap bergerak di sekeliling mereka.

Dalam keadaan putus asa, Sinta melihat kunci lama yang tergantung di dinding. Dengan getir, ia mengambil kunci tersebut dan membuka pintu kamar. Keempat sahabat itu melarikan diri dengan terengah-engah, hati mereka masih berdegup kencang.

Mereka mengucapkan sumpah untuk tidak pernah lagi mendekati rumah tua tersebut. Cerita mengerikan itu mereka simpan dalam rahasia, namun tidak bisa mencegah cerita itu menyebar di kalangan warga desa. Suara-suara seram dari rumah gubuk dan pohon besar tetap menjadi misteri yang tak terpecahkan. Dan sejak itu, rumah tua itu dijuluki "Rumah Angker" yang hanya dihuni oleh kehadiran-kehadiran gaib yang tak terlihat.


Gambar : google