Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

widokoAvatar border
TS
widoko
3 Kehilangan Terbesar Dalam Hidupku, Adakah Salah Satunya Agan Pernah Juga Merasakan?


Datang akan pergi
Lewat kan berlalu
Ada kan tiada
Bertemu akan berpisah...

Begitulah sepenggal lirik lagu dari Endang Soekamti. Indah, tetapi juga sangat benar.

Segala sesuatu pada saatnya mau tidak mau harus kita relakan. Karena hukum alam telah dengan sangat jelas kita ketahui bersama, selain Sang Pencipta setiap yang ada kan tiada. Setiap yang bertemu pasti akan berpisah. Termasuk sesuatu yang paling kita cintai.

Bercerita tentang kehilangan, ada tiga kehilangan terbesar yang aku rasakan dalam hidupku. Penasaran apa sajakah itu?


Opa (Sumber: liputan6.com)


Kehilangan yang pertama adalah kehilangan pahlawanku saat kecil: Nenek.

Adakah diantara pembaca sekalian yang pernah melihat film kartun Upin-Ipin? Mungkin nenekku hampir sama dengan Opa. Sabar, bijak, tulus, penyayang, tidak pernah marah, selalu memberi jalan keluar yang menentramkan jika ada masalah yang aku adukan.

Banyak kehangatan dan kebersamaan dengan nenek yang masih melekat kuat sampai hari ini. Dulu saat kecil aku sering disuapi makan tangan lembut beliau, sambil melalap sayur-sayuran segar langsung dari tangkai pohonnya. Ketika malam datang, di ruang tamu kami yang sederhana dalam berbagai kesempatan nenek sering kali bercerita tentang jaman-jaman dulu, jaman penjajahan, dan jaman ketika mudanya saat masih aktif berdagang menempuh rute-rute yang jauh. Ketika kantuk datang aku dan kakakku sering berebut untuk mendapat pelukan nenek ketika akan tidur. Masing-masing dari kami merasa paling berhak mendapatkan pelukannya dan sering kali berakhir dengan pertengkaran. Tetapi nenek selalu menengahi dengan bijaksana.

Bukan aku saja yang menganggap nenekku adalah orang yang spesial. Bahkan ada yang pernah nyeletuk nenek adalah ibunya orang satu kampung. Mbok
Ituk, demikian orang-orang biasa memanggilnya.

Di rumahku dulu yang bergaya tradisional, sederhana, dan berhalaman luas itu anak-anak sering berkumpul untuk bermain bersama.  Ibu-ibu dan bapak-bapak pun sering juga berdatangan ke rumah kami untuk sekedar ngerumpi atau bercengkerama. 

Saat kecil dulu rasanya aku ingin bersama nenek selamanya. Tetapi apa daya, ada kan tiada, bertemu pasti akan berpisah. Nenekku meninggal saat aku di bangku SMA karena usia. Selama di SMA dulu seingatku aku tidak pernah menangis, kecuali saat nenek dipanggil oleh Sang Pencipta. Saat itu aku merasa sangat kehilangan. Setelah meninggalnya nenek aku masih sering bermimpi bertemu dengan beliau dan seakan-akan belum meninggal. Wajahnya yang sederhana dan teduh masih melekat sampai dengan sekarang.

Dari nenekku aku belajar tentang kesederhanaan, ketulusan, kesabaran,  tanpa pamrih, dan selalu memberi manfaat terhadap orang sekitar. Sosok yang begitu aku sayangi itu telah pergi untuk selamanya tetapi inspirasinya masih terus menyala. Untuknya hanya doa-doa terbaik yang kini bisa aku berikan.

Kehilangan terbesar yang kedua yang aku rasakan dalam hidup selanjutnya adalah Ayah. 


Cover Lagu Titip Rindu Buat Ayah (Sumber: tribunnews.com)


Keberadaan Ayahku mungkin seperti listrik, setiap hari menerangi tapi sering kali tak banyak disadari. Setiap hari memberi tetapi terima kasih jarang sekali terucapkan. Ibaratnya dalam sepak bola mungkin beliau tidak seperti Cristiano Ronaldo atau Lionel Messi yang sering tersorot kamera, tetapi kiper di belakang yang selalu memberi rasa aman.

Ayahku bukanlah pekerja kantoran. Bukan juga bisnisman. Tetapi seorang petani yang hampir setiap hari bergelut dengan sawah dan ternak. Jika mendengar lagu Ebiet G Ade yang berjudul Titip Rindu Buat Ayah, secara otomatis aku teringat pada Ayahku.

Dulu waktu kecil aku pernah bermimpi seandainya ayahku bukan petani, tentu kehidupanku akan jauh lebih menyenangkan. Tetapi lambat laun baru aku sadari, Ayahku adalah seorang yang luar biasa. Dalam segala keterbatasannya, beliau memberikan segalanya.

Salah satu yang masih teringat sampai sekarang adalah momen-momen ketika bersama-sama di sawah belakang rumah. Menyiangi rumput di tengah  padi yang hijau, atau memanen kedelai yang menguning. Dan di sela-sela kegiatan itu ayah akan bercerita tentang hal-hal yang sarat makna. Mulai dari masa kecilnya sampai dengan pemimpin-pemimpin dan presiden-presiden ternama.  Mulai dari Majapahit sampai Pewayangan Ramayana dan Mahabarata.

Mengingat Ayah adalah mengingat perjuangan. Di mata orang lain mungkin beliau adalah petani biasa, tetapi bagiku sangat luar biasa. Hampir tidak pernah Ayah menikmati sesuatu yang foya-foya dan hura-hura. Apa yang dilakukan hampir semuanya untuk keluarga dan anak-anaknya.

Sosok pendiam dan sederhana yang setiap hari menjadi tumpuan itu pergi saat aku benar-benar tak siap untuk ditingalkan. Beliau menghadap Sang Pencipta sekitar 12 tahun setelah nenek meninggal. Ada ruang hampa dalam kehidupan keluarga kami yang tak terisi. Ada banyak hal yang biasanya beliau tangani menjadi terbengkalai. Bahkan sampai bertahun-tahun kemudian aku masih saja bermimpi tentang Ayah. 

Aku merasa Ayah pergi terlalu cepat. Belum sempat banyak yang bisa aku perbuat. Atas segala pengorbanan besarnya yang tak ternilai dan terkata, aku hanya bisa mengirimi doa. Semoga diampuni dosa-dosanya, diterima amal baiknya, dan ditempatkan ditempat terbaik di sisi Sang Pencipta.

Kehilangan yang ketiga dan mungkin yang terbesar dalam hidupku adalah waktu.


Cover Buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah (Sumber: amazon.de)


Dulu pada waktu di Sekolah Menengah atau Dasar salah satu buku favoritku adalah Kamus Penemu. Dalam buku itu menceritakan banyak penemu. Dari Thomas Alva Edison sampai dengan Newton. Dari Gauss sampai dengan Einstein. Buku yang kedua adalah 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah karya Michael H. Hart. Dua buku itu banyak menginspirasiku. Tokoh paling favoritku dalam buku Kamus Penemu adalah Einstein, sedang pada 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah adalah Nabi Muhammad, Nabi Musa, dan Umar Bin Khattab. 


Cover Buku Kamus Penemu (Sumber: S E N S O R)


Dulu aku ingin sekali seperti mereka. Menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi dunia dan peradaban manusia. Saat bermain di tengah sawah, sungai atau berinteraksi dengan alam lainnya aku sering kali mengamatinya. Aku berpikir, mungkin ada sesuatu yang bisa aku sumbangkan terhadap ilmu pengetahuan atau dunia. Saat belajar teori matematika, aku mencoba-coba rumus spekulatif, mungkin ada sesuatu rumus baru yang bisa kusumbangkan pada dunia matematika.

Puluhan tahun berlalu dari masa itu, impian hanya tinggal impian. Aku telah banyak kehilangan waktu namun belum ada satu huruf atau angkapun yang aku torehkan dalam sejarah peradaban. 

Sampai titik itu kaitannya dengan waktu yang telah hilang dan berlalu yang ada diriku adalah penyesalan. Mungkin dulu aku kurang bersungguh-sungguh dalam berusaha. Mungkin dulu aku kurang serius dalam belajar. Banyak waktu yang hilang sia-sia. Banyak hal besar yang aku inginkan hanya tinggal angan-angan.

Yang aku lakukan selanjutnya adalah menghabiskan banyak waktu untuk memotivasi diri dan orang lain. Salah satu cara sederhana adalah membuat status-status di akun Facebook. Tentang apa saja yang menurutku berguna. Bagi diriku sendiri dan syukur jika berguna bagi orang lain. Tanpa aku sadari ternyata aku begitu banyak menulis tentang pentingnya waktu di statusku. Seorang teman yang mengingatkanku. 


Salah Satu Foto Uploadan di Facebook Penulis (Sumber: dokumentasi pribadi)


Penyesalanku yang dalam karena kehilangan banyak waktu dan keinginanku yang besar untuk berguna pada sesama mendorongku untuk terus banyak membaca dan menggali informasi tentang apa saja yang mungkin bisa aku bagikan. Pada pergulatan yang panjang itu sampailah pada sebuah keinsafan bahwa mungkin aku tak akan pernah sebesar tokoh-tokoh besar atau penemu-penemu yang menginspirasiku, tetapi itu sama sekali bukan alasan untuk berhennti menebar kebaikan.

Tidak perlu sebesar matahari untuk menerangi, lilin kecil pun akan sangat berarti jika hari dalam kegelapan.


****

Tidak harus menjadi orang besar untuk mengabadikan waktu. Mungkin seperti nenek dan ayah. Bukan orang yang hebat dipandang dari luar, tetapi bermanfaat bagi orang-orang sekitar. Kedua orang tercinta dalam hidupku itu seperti mengajari bahwa tidak perlu sebesar matahari untuk menerangi. Mungkin kerlip lilin kecil juga berarti, ketika hari dalam gelap dan sunyi.

Tanggal terus bertanggalan, waktu terus berlalu, dan kita akan terus kehilangan detik demi detiknya. Sementara itu kematian adalah penjanji yang paling setia. Ia pasti akan menemui kita walaupun sering kita lupakan. Semoga ketika pada saatnya bertemu dengannya, kita telah mengisi waktu kita yang tersisa dengan penuh kebermanfaatan...I]


Sumber:
1. Opini dan pengalaman pribadi
ribkarewangAvatar border
tien212700Avatar border
deeazzAvatar border
deeazz dan 7 lainnya memberi reputasi
8
550
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan