Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

jorghymub61Avatar border
TS
jorghymub61
Tilang
Ibuku bawel banget.

Kalau Aku berteman dengan seseorang yang menurutku, kita itu cocok dan satu frekuensi. Ibuku pasti rese.

Sering banget Aku kesal.

Karena Aku menganggap kalau Ibu terlalu berlebihan. Aku diminta untuk berteman dengan anak-anak yang dianggapnya baik.

Ya memang sih, teman-temanku bukan termasuk ke dalam kriteria 'Anak Baik' secara umum.

Tapi.

Teman-teman ku juga bukan orang jahat.

Gak mungkin lah, Aku berteman dengan orang-orang yang menyakiti Aku atau penjahat. Karena Aku bukan penjahat.

Aku gak pernah mengerti kenapa Ibuku selalu melarang Aku untuk berteman dengan teman pilihanku.

Sampai suatu ketika.

Waktu itu ada acara di sekolah, lomba. Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus.

"Eh eh, bola ping pongnya belum ada nih," kata Risda.
"Lho, jadi gimana? Beli dulu dong?," sahut Fandi.
"Iya, siapa yang mau beli? Nih uangnya," ucap Risda yang kebetulan Ia adalah panitia memegang uang untuk acara sekolah. "Jangan lupa bonnya," sambungnya.
"Ya udah gua, sama Tama," jawab Fandi sambil menepak pundak ku yang berada di sebelahnya dan mengambil uang dari genggaman Risda.

"Helm mu mana?," kataku. "Halah, gak usah pake aku, deket, situ doang," jawab Fandi yang langsung naik ke atas motorku.

Lagi asik mengobrol, lewatlah Aku dan Fandi di sebuah perempatan jalan, lampu merah.

Dari kejauhan, terlihat ada seorang pria, tegak, menggunakan seragam berwarna abu-abu seakan menanti kedatangan Kami.

Aku mulai resah.

Walau jaraknya hanya beberapa puluh detik saja, tapi terasa sangat lama.

Aku sempat bertanya ke Fandi, 'Eh gimana nih, ada polisi," kataku.

"Udah gpp, kan Kamu pakai helm, gak bisa juga putar balik, jalan satu arah gini," jawab Fandi menenangkan walau Ia juga merasa gelisah.

Kami berdua sama-sama tahu bahwa akan ada masalah tepat di depan mata.

Benar saja.

Petugas itu langsung melambaikan tangannya, mencegat laju motor ku agar bisa menepi ke pinggir jalan.

"Masnya, sekolah dimana?," tanya Petugas itu karena melihat Kami masih mengenakan celana SMA dengan atasan kaos.
"SMK situ pak," jawab Fandi setelah beberapa saat karena melihat Aku hanya diam ketika ditanya petugas itu.
"Tau kesalahannya apa?," tanya Petugas.

Aku dan Fandi kompak diam.

"Masnya ini, gak pakai helm," sambung Petugas itu. "Kamu Bapak tilang ya".

Aku bingung. 

Ini pertama kalinya Aku kena tilang, Aku gak tahu harus berbuat apa. Bukan karena Fandi hanya gak pakai helm aja, Aku juga gak punya SIM, bahkan juga gak bawa STNK.

"Coba hubungi orangtuanya dulu," kata Petugas dengan wajah heran karena Aku tidak mempunyai surat-surat apapun.

Dengan perasaan yang campur aduk, antara takut, kesal, dan bingung. Aku memberanikan diri untuk menghubungi orangtuaku.

"Ma, telpon. Penting.," tulisku lewat SMS.

Aku menunggu beberapa menit. Fandi ada di sebelahku.

"Kenapa Tam?," kalimat pertama yang Ibuku ucapkan di telepon.
"Ma, Aku ditilang," jawabku, pelan.
"Apa?," tanya Ibuku memintaku untuk mengulanginya.
"Aku ditilang," kataku lagi.
"Kok bisa? Dimana? Kamu gak sekolahkah?," tanya Ibuku.

Heh, panjang. Seperti yang sudah ku bilang diawal, Ibuku bawel.

Tapi untuk kali ini, Aku memaklumi kebawelannya. Ini salahku.

"Ya udah, Kamu tunggu di situ," kata Ibuku yang langsung menutup telepon.

Aku melihat ke arah tempat Fandi tadi duduk. Lho, sudah gak ada. Aku pikir Fandi membeli minum atau kemana lah, sebentar.

Tapi ternyata nggak.

Gak tau Fandi kemana.

Aku menunggu Ibuku hampir 1 jam.

Karena memang jarak dari rumahku ke Kota cukup jauh. Ditambah lagi Ibuku sedang mengajar di sekolah SMP dekat rumah.

Ibuku seorang guru.

Akhirnya Ibuku datang.

Tanpa menghampiriku, Ibuku langsung berbicara kepada petugas. Aku yang menghampiri mereka.

"Temen mu mana?," tanya Ibuku yang sepertinya sudah mendapatkan penjelasan dari Petugas itu kalau Aku gak sendirian.

Aku diam. Aku gak bisa menjawab karena bukannya Aku mau membela temanku. Tapi memang Aku juga gak tau dia kemana.

Padahal, yang menyebabkan ini ya dia kan. Andai tadi dia mau pakai helm, bukannya gaya-gayaan gak mau pakai helm.

Heh.

Dari sini, Aku sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan Ibuku saat di rumah nanti.

Apa kabar dengan bola ping pong?

Udah gak penting lagi. Uangnya juga dibawa Fandi.

Aku langsung pulang.

Di sepanjang jalan, Aku memikirkan, Kenap Fan? Kenapa Kamu pergi gitu aja? Bukankah Aku ini temanmu?

Keesokan harinya, di sekolah, Aku masih mengharapkan Fandi memberikan alasan yang baik. 

Tapi bukan itu yang ku dapat, dia malah menghindari Aku. Seperti Aku bukan temannya. Padahal Kami satu kelas.

Suasana yang sangat tidak mengenakkan.

(Ini adalah kisah nyata dari penulis)
bukhoriganAvatar border
grandiscreamoAvatar border
grandiscreamo dan bukhorigan memberi reputasi
2
324
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan