Ku tak tau ada apa dengan diriku. Akhir-akhir ini diriku seperti gelas yang kosong. Semua berjalan seperti apa adanya, tiada kurang sedikitpun. Tubuhku masih sehat, otakku masih hebat, dan mungkin hatiku tersesat. Setelah minggu demi minggu ku lalui di Sekolah yang ku cintai ini.

Berjalan di kelas 12 SMA menapaki dinding kumuh sekolahan. Renovasi gencarnya dilakukan, bahkan kelas lamaku ikut bergabung di pesta perubuhan itu. Perubahan? revolusi suasana sekolahan, Ayolah aku ini sudah kelas 12 sebentar lagi Ujian Nasional dan minggat dari sekolah ini.

Kata temanku ‘Apa kamu betah seperti ini? Tiada satupun yang kau pacari. Muka hitam manis, ganteng klimis, kulit eksotis, dan prestasi pun kau babat abis. Semua orang kenal lo dari lo masih culun-culunnya saat MOS, bahkan kakak kelas pun jatuh cinta pada lu. Sekarang pun adik kelas lo nggak ada reaksi apapun. Dan sekarang di penghujung masa-masa SMA kita. Masa tiada satu pun yang kamu sukai’.

Begitulah ucapanya semakin hari membuatku sesekali termenung. Hatiku benar-benar kosong tiada satu helai daun cinta pun merasuki tubuhku. Membuatku setiap malam terbayang bintang-bintang asmara.

Apa begini cara terbaik diam-diam menyimpan rasa pada mereka yang menggoda. Bukan maksud untuk memacari, tapi ku belum menemukan alasan terbaik untuk mereka ada disampingku. Yang setiap saat selalu hatiku berbunga pada keterlambatan cinta. Cinta yang mereka tawarkan agar hatiku dan tekadku bergejolak pada asmara.

Bunga seperti apa lagi yang aku maui. Bunga mawar, bunga melati, bunga kamboja, dan bunga-bunga lainnya. Dari mulai warna merah hingga warna terserah. Mereka memandang dan melihatku layaknya Anjing yang tersesat ditengah hutan. Tiba musim dingin salju pun merendami kulitku hingga menusuk-nusuk hatiku.

Ku masih ingat di suatu hari perpisahan untuk orang yang pernah mengetuk pintu cinta didalam hatiku. Aku datang layaknya sebuah kejutan. Mereka hadir dalam sebuah perpisahan sekolah yang waktu itu aku masih kelas 11 SMA. Dia kakak kelasku sebut saja namanya Aliyah. Ia duduk ditengah-tengah ramainya kelas 12 yang telah dinyatakan lulus. Sebuah gedung aula yang cukup luas terdengar musik-musik beat-beat dance dalam sebuah pertunjukkan. 

Aku menunggu saat giliranku tiba dan dimana tim danceku sudah tampil. Menghitung mundur untuk aku datang. Berjalan dari belakang panggung menuju tengah pertunjukkan, aku bergerak seperti cacing kepanasan, lalu kemudian langsung bergabung dengan anggota dance kami yang lainnya. Bergaya robotik dance ala-ala American style. Setelan kacamata hitam seperti orang buta, lalu sebuah baju abu-abu pinjaman pula. Menggeliat dan menggeliut lalu mengikuti irama teman-temanku. Suara tepuk tangan meriah, gerakan kaget, dan mereka  yang hadir tidak menyangka lalu menyoraki namaku.

Kuingin dia tau disaat akhir-akhir ia disini, disekolah kita ini, aku dapat menghiburnya dengan sedikit penampilan konyol ku ini.  Ku ingin ia tertawa layaknya sang kupu-kupu hinggap di pundakku. Walau senyum terakhirnya masih melayang menyapaku dengan jabat tangan perkenalan pertama. Saat dimana pertemuan pertamaku mengesankan rona merah wajahnya.

Hanya itu yang aku bisa. Memberikan sebuah suguhan untuk salam perpisahan yang mengena. Untuk diriku sendiri, lalu untuknya. Pikirku agar ia tau betapa aku cinta ia dan menangkap sinyal cintaku. Walau ku tau ia benar-benar tak lagi mencintaiku. Setidaknya ada cinta yang dalam dekapanku untuk menyampaikan rasa asmara. Yang memang ku sendiri terlambat untuk mencintainya. 



Sumber : Karangan Neuron-Neuron Cinta Masa Putih Abu-Abu.