novikikirizkiaAvatar border
TS
novikikirizkia
Hadiah Istimewa Di Pembuka Ramadhan
Quote:


Suara bedug membuyarkan mimpi. Beberapa pemuda kampung ada juga yang berkeliling membawa kentongan untuk membangunkan sahur. Samar-samar terdengar suara Ibu di dapur mempersiapkan makan sahur pertama kami.

Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara rintihan Ibu dan jatuhnya benda keras ke lantai. Netraku terbuka sempurna. Debar jantung lebih kencang dari biasanya. Tubuh terasa gemetar. Tanpa komando, aku langsung melesat dengan kecepatan tinggi yang kupunya menuju dapur.

Terlihat sosok yang amat kucintai berusaha menahan berat tubuhnya dengan berpegangan ujung meja makan, sedangkan panci air yang mungkin ibu pegang tumpah di lantai. Genangannya mambasahi lantai dan gamis ibu bagian bawah

Ayah yang masih membaca Al Qur'an segera menghampiri karena teriakannku. Aku menopang tubuh ibu yang lunglai. Ayah tak kalah kaget denganku, sambil beristighfar lalu segera memapah ibu berjalan ke kamar.

Ibu nampak pucat dan lesu, seperti sedang sakit. Aku khawatir tak terkira. Ibu yang biasanya ceria, kini tergolek lemas tak berdaya.

"Ibu kenapa, Bu?" tanyaku saat Ibu sedikit lebih tenang.

"Ibu agak pusing, Kak. Nggak apa-apa kok," jawabnya sambil membenarkan posisi duduk menyandar pada dinding.

Ayah memijat-mijat kepala ibu, sedangkan aku kembali memijat kakinya. Entah apa yang ibu rasakan. Refleks saja tangan ini memberikan pijitan pada kaki ibu.

"Habis sholat subuh, kita ke Bidan, ya, Bu?" titah Ayah.

"Nggak usah, Yah. Tadi cuma agak pusing, terus air di panci jatuh karna lepas dari pegangan tangan. Ibu nggak apa-apa, kok."

"Pusing kenapa? Semalem masih baik-baik aja?" tanyaku khawatir.

"Kak, Allah itu sayang sama kita, Allah sayang sama Ibu," terangnya.

"Ma-maksud ibu?" tanyaku tak mengerti.

Quote:


Sepertinya hanya aku yang tak paham. Ayah tetap tenang, tidak secemas aku. Mereka saling menebar senyum, senyum yang begitu bermakna, penuh arti.

"Kakak inget nggak pengen minta apa sama Allah?" ujar Ibu mencoba mengingatkan.

"Banyak, Bu. Pengen ke rumah nenek, pengen sepeda baru, pengen tas baru, gamis baru, terus ...." Aku menggantung kalimatku. Kalimat yang membuatku semakin mengingat kesepian dan merasa sedih.

"Terus apa, Kak?" timpal Ayah.

Aku urung mengutarakannya. Terlalu lama menunggu. Semua temanku sudah memiliki adik, bahkan ada yang memiliki dua sampai tempat. Sedangkan aku, satupun belum Allah beri.

"Kok ngelamun? Apa yang terkahir?"

"Nggak deh, Yah. Kakak udah ikhlas, kok. Begini juga udah bahagia. Kakak nggak berdoa buat minta itu lagi."

"Beneran?" tanya Ibu memastikan.

"Ah ... Ibu apa, sih. Nggak, kok enggak. Baiknya aja Allah mau kabulin do'a yang mana."

Ibu menyibak kain selimut yang menutupi tubuhnya. Dengan senyum merekah, rona wajah yang kemerahan itu, kini tak lagi sepucat tadi. Wajahnya lebih berseri. Ibu meraih tangannku, lalu menuntunnya membelai perutnya yang masih rata.

"Kak, Allah udah kabulin do'a Kakak. Kita jagain sama-sama, ya?" ujar Ibu masih dengan menuntun telapak tanganku membelai lembut perutnya.

Aku memandang Ibu dan Ayah bergantian. Memastikan yang kudengar bukan halusinasi atau pun mimpi. Tak lagi ingin kecewa menunggu kabar kehamilan ibu sekian lamanya.

"I-ibu, ha-hamil? Ada dedek? Kakak mau punya dedek, Bu?" tanyaku yang tiba-tiba saja tergagap.

"Iya, Sayang. Ibu hamil. Kita mau punya dedek," ujarnya.

Quote:


Netraku terbuka lebar, seakan bola mata hendak keluar dari singgasana. Mulutku membentuk huruf O dengan sempurna.
Aku memeluk ibu dengan diiringi isak tangis tmyang begitu saja. Tak henti-hentinya mengucap syukur dalam hati. Lidahku terasa kelu, tak lagi mampu berkata apa pun, ini hadiah terindah di awal Ramadhan. Bahagia ini hanya mampu kuungkapkan dengan rasa syukur dan juga air mata.

Sungguh tak percaya, hingga usiaku lima belas tahun, menanti seorang adik, kini Allah berikan di awal bulan yang mulia ini.

Jangan tanya bahagiaku seperti apa? Mungkin melebihi kebahagiaan yang pernah ada sebelumnya. Menunggu sekian tahun untuk seorang adik, anggota baru yang akan meramaikan rumah. Sungguh Allah Maha Baik. Ini adalah Ramadhan terindah. Ramadhan yang tidak akan pernah terlupakan.

Allah mengabulkan do'a dengan tiga cara. Iya, Allah berikan apa yang kita minta. Nanti, Allah berikan di waktu yang lebih tepat. Tidak, Allah mengganti dengan yang lebih baik.

Mungkin aku termasuk yang kedua. Di mana Allah memberikan di kala aku merasa sudah ikhlas jika Allah tidak memberikanku seorang adik. Aku mencoba menerima takdir yang Allah beri sebagai anak tunggal di keluarga kecilku.

Mungkin Allah ingin memberiku kala hati merasa tenang, ikhlas, tidak lagi dengan ambisi apalagi dengan nafsu. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, Engkau Maha Baik.
Quote:



Spoiler for Cendol:
abellacitraAvatar border
nona212Avatar border
marisakenAvatar border
marisaken dan 59 lainnya memberi reputasi
60
984
72
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan