Sejak kecil ane sudah diperkenalkan dengan keberagaman budaya Indonesia, dan ane akui semuanya sangat indah yang membuatnya tidak indah hanyalah permusuhan dan perpecahan. Keanekaragaman kultur budaya di Indonesia begitu banyaknya. Jika ane boleh berhitung maka takkan mungkin ari tangan ini bisa menghitung total keseluruhannya. Mulai dari suku, bahasa, adat istiadat hingga merambah pakaian adat itu sendiri memiliki ragam indah dan betapa kayanya negeri Indonesia akan warisan budaya. Ketika ane diperlihatkan berbagai tarian daerah timbul decak kagum bagi siapapun yang menyaksikannya dilengkapi dengan balutan indah pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia.



Salah satunya adalah kebaya, pakaian adat yang berasal dari tanah Jawa ini memiliki keindahan yang beragam dengan motif yang unik, mempesona dan menyiratkan bahwa warisan budaya ini hanya milik Indonesia. Kehadiran kebaya dalam sejarah juga banyak terlihat seperti yang disampaikan Sejarawan dan penulis Ria Pentasari, dalam buku Chic in Kebaya mengungkapkan kebaya merupakan busana yang dikenakan perempuan Jawa sejak abad ke-15. Kata "kebaya" juga diperkirakan merupakan serapan dari bahasa asing dan dibenarkan oleh sejarawan Denys Lombard yang menilai kebaya berasal dari bahasa Arab 'kaba', yang artinya pakaian. Hal ini dapat diterima kebenarannya karena pada abad ke-15 wilayah Jawa merupakan daerah yang banyak dikunjungi bangsa-bangsa asing.



Pada abad ke-18, mulai hadir dua jenis kebaya, yakni Kebaya Encim, busana yang dikenakan perempuan Tiongkok peranakan di Indonesia, dan kebaya Putu Baru, busana bergaya tunik pendek berwarna-warni dengan motif cantik. Berlanjut ke abad 19, kebaya dikenakan semua kelas sosial setiap hari, baik perempuan Jawa maupun perempuan peranakan Belanda. Bahkan, kebaya sempat menjadi busana wajib bagi perempuan Belanda yang hijrah ke Indonesia. Menurut perancang busana Ferry Setiawan, pada era 1940-an, kebaya dipilih Presiden Soekarno sebagai busana perempuan nasional. Alasannya, kebaya menjadi simbol emansipasi kaum perempuan yang ditunjukkan tokoh kebangkitan perempuan Indonesia, Raden Ajeng Kartini dan Dewi Sartika.



Kebaya merupakan produk kebudayaan bangsa Indonesia. Dua tahun lalu pemerintah menerbitkan UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, sebuah regulasi yang menyimpan empat upaya, yakni; pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.

Keempat upaya di atas bukannya tanpa tujuan. Dalam regulasi tersebut pemerintah menyebut ada 10 tujuan, di antaranya adala memperteguh jati diri, persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia. (Pasal 4 UU No 5 Tahun 2017). 



Kebaya yang indah akan semakin indah bila dikenakan oleh sosok indah bernama perempuan. Dalam acara resmi seperti upacara kenegaraan 17 Agustus, peringatan Hari Kartini, penyambutan tamu-tamu negara, atau acara formil yang lainnya,  kebaya sering digunakan oleh perempuan Indonesia. Bahkan, kebaya  dapat dikenakan dalam kehidupan sehari-hari seperti bekerja, naik kendaraan umum, mengajar.  Dipakai oleh semua kalangan, guru, profesional, pekerja formal.



Festival Kebaya pada Bulan April lalu memperlihatkan bahwa keindahan kebaya yang dikenakan oleh perempuan Indonesia sungguh pas dengan suasana alam di Indonesia, dapat dikombinasikan dengan hijab, celana panjang dan tampak elegan ketika ditampilkan pada malam hari. Tidak lupa mengangkat unsur budaya suku Using Banyuwangi dimana Festival Kebaya 2019 ini diselenggarakan. Kesan yang ane dapatkan setelah menyaksikan Festival Kebaya tersebut selain merasa kagum, terpesona dan salah satu warisan budaya ini wajib untuk dilestarikan karena akan sangat disayangkan bila keindahan dalam balutan kebaya hanya sekedar tinggal nama. 

Sekian.

Sumber:
Pemikiran Pribadi

Sumber Tambahan:
MediaIndonesia