Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

indrag057Avatar border
TS
indrag057
ALAM LELEMBUT [Petualangan Mas Drag Dan Slamet Penceng]
Spoiler for Warning:




Gambar diambil dari kompasiana.com dengan sedikit perubahan



Story 1 : Belik Ringin

Spoiler for :


Belik atau sendang ini terletak di sebelah tenggara desa Kedhungjati. Dinamakan Belik Ringin karena Belik ini berada tepat dibawah sebuah pohon beringin besar yang katanya usianya sudah ratusan tahun. Dahulu, sebelum banyak warga yang memiliki sumur, belik ini merupakan sumber air bersih utama bagi warga desa Kedhungjati. Hampir semua warga desa Kedhungjati bergantung pada Belik ini untuk melakukan aktivitas mandi dan mencuci. Bahkan untuk keperluan memasak di dapurpun mereka mengambil air dari Belik ini.

Bukan tanpa alasan kalau warga mengandalkan Belik ini untuk mendapatkan air bersih. Selain karena Belik ini merupakan sumber air satu satunya di desa Kedhungjati, Belik Ringin juga dikenal memiliki sumber air yang sangat melimpah. Saat musim kemarau panjangpun, Belik ini tak pernah sekalipun kehabisan sumber mata airnya. Dan yang paling utama adalah, air yang keluar dari sumber di Belik ini terkenal sangat jernih dan bersih. Sangking jernihnya, ada sebagian warga yang tak segan segan meminum langsung air dari Belik ini.

Dahulu, Belik ini sangat terawat. Dinaungi oleh sebuah pohon beringin raksasa yang konon usianya sudah ratusan tahun, dan dikelilingi oleh tiga buah batu besar, membuat Belik ini terasa nyaman untuk melakukan aktivitas mandi dan mencuci, tanpa takut akan ada mata nakal yang mengintip mereka.

Meski begitu, tak jauh berbeda dengan area Tegal Salahan yang dulu pernah aku ceritakan, dibalik kesejukan dan kenyamanannya, Belik Ringin ini juga menyimpan banyak misteri. Ya. Sumber air utama di desa Kedhungjati ini tak kalah angker jika dibandingkan dengan area Tegal Salahan yang ada di sebelah selatan desa. Sudah banyak warga yang mengalami kejadian kejadian aneh dan janggal di Belik ini.

Salah satunya adalah Kang Sastro Gudel (bukan nama sebenarnya). Beliau adalah tetanggaku. Rumahnya tak begitu jauh dari Belik Ringin ini. Seperti biasa, sore itu selepas bekerja di sawah, Kang Sastro langsung menuju ke Belik Ringin ini untuk sekalian mandi. Letak sawahnya memang tak begitu jauh dari tempat sumber mata air itu berada.

Sayangnya, saat sampai di Belik itu, ternyata masih ada seorang perempuan yang tengah mandi. Mau tak mau Kang Sastro harus menunggu. Laki laki itu lalu duduk bersandar pada salah satu batu besar yang ada disitu, sambil memandang hijaunya hamparan sawah di depannya. Tanaman padi yang subur melambungkan angannya, membayangkan saat panen nanti, pasti hasil padinya juga melimpah ruah. Mudah mudahan saat musim panen tiba nanti harga gabah tidak anjlok lagi seperti biasanya, sehingga ia bisa mendapatkan keuntungan yang besar dari hasil panennya.

"Bruuukkk...!!!" Tengah asyik melamun, tiba tiba Kang Sastro dikejutkan oleh jatuhnya sepotong dahan pohon beringin yang telah lapuk. Dahan sebesar betis dengan panjang hampir satu meter itu jatuh tak jauh dari tempatnya duduk.

"Wah, rejeki nomplok ini, dapat kayu kering. Lumayan, bisa dibawa pulang untuk dijadikan kayu bakar," batin Kang Sastro sambil bangkit dan memungut dahan kayu itu.

"Jangan diambil Kang," tiba tiba sebuah suara mengejutkan Kang Sastro. Ternyata perempuan itu telah selesai mandi dan bersiap untuk pulang.

"Lha kenapa to? Kan lumayan ini, bisa buat kayu bakar," tanya Kang Sastro heran.

"Ya pokoknya jangan diambil. Kan kata orang orang kayu dari pohon beringin ini nggak boleh diambil Kang, apalagi sampai dijadikan kayu bakar. Pamali! Bisa celaka sampeyan!" ujar si perempuan lagi.

"Halah! Lha wong cuma kayu lho, dan sudah lapuk juga. Masa bisa bikin celaka," sanggah Kang Sastro sambil tetap memungut kayu itu.

"Yo wis, sak karepmu Kang! Dikandhani kok ngeyel! Nek enek apa apane yo sangganen dhewe!" (Ya sudah, terserah kamu Kang! Dibilangin kok ngeyel! Kalau ada apa apanya ya tanggung saja sendiri), sungut si perempuan sambil berlalu meninggalkan Kang Sastro.

"Ada ada saja. Mana ada kayu lapuk sampai bisa bikin orang celaka," gerutu Kang Sastro sambil bersiap siap untuk mandi. "Lagipula, memangnya kamu siapa, anak kemarin sore saja kok berani beraninya ....,"

Kang Sastro tertegun sejenak. Perempuan itu tadi, siapa ya? Sepertinya ia belum pernah melihatnya. Apakah bukan warga sini? Tapi, setahunya hanya warga desa sini yang memanfaatkan Belik ini untuk mandi dan mencuci.

Ah, mungkin salah satu kerabat dari warga yang datang berkunjung ke desa ini, pikir Kang Sastro sambil melanjutkan mandinya. Kalau dilihat dari penampilannya sih, sepertinya orang dari kota. Wajahnya cantik. Kulitnya juga putih bersih, tidak seperti kulit warga desa sini yang rata rata berkulit hitam. Dan saat tadi lewat di dekatnya, ada tercium bau harum yang sangat menusuk hidung.

"Eh, tunggu! Ini kok ...," kembali Kang Sastro tertegun. Hidungnya mengendus endus. Bau wangi itu masih tercium. Bahkan kini terasa semakin tajam. Padahal perempuan itu sudah pergi dari tadi.

"Hiiiiiiiiii....!" Kang Sastro bergidik, saat merasakan bulu kuduknya tiba tiba merinding. Laki laki itu buru buru menyelesaikan mandinya, lalu bergegas pulang dengan membawa cangkul dan dahan beringin lapuk yang tadi ia temukan.

"Nih, tak bawain kayu bakar," seru Kang Sastro sambil melemparkan kayu yang tadi didapatnya ke samping sang istri yang sedang berjongkok di depan tungku dapur.

"Wah, kebetulan Kang, sampeyan dapat kayu kering," sahut Yu Darmi sambil meraih kayu itu dan memasukkannya ke dalam mulut tungku. Perempuan itu lalu bangkit dan menyeduh kopi untuk sang suami yang baru pulang itu.

"Emmm, baunya enak banget Mak, kamu lagi manggang ayam to?" hidung Kang Sastro mengendus endus saat mencium bau sangit seperti ayam yang sedang dipanggang.

"Ayam darimana to Pak, lah wong punya ayam saja enggak kok manggang ayam," sahut Yu Darmi sambil kembali ke depan tungku.

"Lha ini baunya ...."

"Lho, Pak, ini kayu apa to? Kok dibakar jadi seperti ini?" seru Yu Darmi memotong ucapan Kang Sastro.

"Jadi seperti apa to?" tanya Kang Sastro yang masih asyik duduk sambil menikmati kopinya.

"Ini lho Pak, coba sampeyan lihat, kayu sudah lapuk begini dibakar kok masih keluar getahnya. Warna getahnya merah seperti darah, dan baunya ini, kok seperti ..."

"Bapaaaaaakkkk...!!! Simboooookkkk...!!! Toloooonggggg...!!! Panaaaaasssss...!!! Panaaaasssss...!!!!"

Belum selesai istri Yu Darmi berkata, mendadak mereka dikejutkan oleh teriakan sang anak yang sejak tadi asyik menonton TV di ruang depan. Sontak keduanyapun menghambur menghampiri sang anak.

"Kamu kenapa to..., astagfirullaaaahhh...!!! Paaaakkk...!!! Anakmu kenapa ini?!" jerit Yu Darmi saat melihat sang anak tengah berguling guling dilantai sambil berteriak teriak kesakitan. Sekujur tubuh anak itu melepuh seperti habis dibakar.

"Paaaaakkkkk...!!!" jeritan Yu Darmi tak dihiraukan lagi oleh Kang Sastro. Alih alih menolong sang anak, laki laki itu justru berlari kembali ke dapur. Dahan beringin lapuk yang masih menyala di dalam mulut tungku itu segera ditariknya keluar, lalu ia siram dengan seember air.

"Huaaaaaaaa...!!! Panaaaassss...!!! Periiiiihhhh...!!!" teriakan anak Kang Sastro mengundang para tetangga yang segera berdatangan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga itu.

"Ada apa ini?"

"Ya Allah, anakmu kenapa Kang? Kok sampai melepuh begitu?"

"Ayo cepat kita tolong!"

"Kita bawa ke rumah sakit saja!"

"Jangan, panggil pak Modin saja dulu!"

Berbagai pertanyaan dan saran dari para tetangga seolah tak dihiraukan oleh Kang Sastro. Laki laki itu justru diam terpaku sambil matanya menatap nanar keluar rumah, dimana nampak sosok perempuan yang tadi ia temui di Belik Ringin sedang berdiri di sudut halaman sambil tersenyum sinis ke arahnya.

Melihat Kang Sastro yang seperti orang linglung, para tetangga akhirnya mengambil inisiatif untuk memanggil Pak Modin, orang yang dituakan di desa Kedhungjati. Setelah datang dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, laki laki sepuh itu segera mengambil tindakan. Dengan bantuan para warga, Anak Kang Sastro yang masih histeris itu segera dibawa ke Belik Ringin dan dimandikan di tempat itu oleh Pak Modin, dengan disertai ritual ritual khusus. Sisa dahan beringin lapuk yang sebagian sudah terbakar menjadi arang itu juga dikembalikan ke tempatnya semula, tempat dimana pertama kali Kang Sastro menemukannya.

Beruntung, nasib baik masih memihak ke keluarga Kang Sastro. Sang anak masih bisa diselamatkan, meski mengalami sedikit cacat permanen. Kulit di sekujur tubuhnya menjadi belang belang akibat bekas luka bakar yang dialaminya.


*****


Spoiler for :
Diubah oleh indrag057 03-10-2022 03:13
iwakcetol
ueee
makganesh
makganesh dan 404 lainnya memberi reputasi
375
797.1K
26.8K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
indrag057Avatar border
TS
indrag057
#3744
Permintaan Mbak Tyas
"Suatu keajaiban, kalau akhirnya aku bisa selamat dan hidup sampai sekarang," Mbak Tyas menyedot sisa minumannya yang tinggal beberapa teguk lagi. Menceritakan segala kengerian yang pernah dialaminya, rupanya cukup menguras energi dari perempuan itu. Akupun segera berinisiatif untuk memanggil pelayan cafe dan memesan minuman tambahan.

"Seseorang menemukanku terdampar di bantaran Kali Ngreneng sana. Mas Indra tau dimana letak Kali Ngreneng?" Aku menggeleng pelan, meski sedikit banyak aku bisa menebak jawaban dari pertanyaan itu.

"Kali Ngreneng, ada di kota ini Mas. Tepatnya beberapa kilometer disebelah tenggara sana. Ironis bukan? Jauh jauh aku dan teman temanku diculik dari Kedhungsono, lalu dibawa kesini hanya untuk dihabisi, tanpa sedikitpun kami tahu apa salah dan dosa kami. Kami bahkan tak mengenal orang orang kejam tak berperasaan itu," Mbak Tyas kembali menjeda sejenak ucapannya, untuk menyeka air mata yang kembali mengalir di kedua sudut matanya.

"Butuh waktu bagiku untuk memulihkan kondisi fisik dan mentalku setelah peristiwa itu. Dan itu membuat pihak berwajib yang menangani kasusku sedikit terlambat dalam bertindak. Ditambah dengan minimnya informasi yang kuberikan, membuat para polisi itu tak bisa berbuat banyak. Hanya bermodalkan nama Brojo yang kuberikan, lokasi terakhir aku ditemukan, serta keterangan dari para warga yang tinggal dilokasi itu, polisi memang akhirnya menemukan sebuah rumah jagal yang mencurigakan. Sayangnya, rumah jagal itu telah kosong saat polisi melakukan penggerebekan. Brojo yang menurut penuturan warga sekitar bekerja di rumah jagal itu, sepertinya berhasil lolos. Sementara si pemilik rumah jagal mengaku sama sekali tak tahu menahu soal perbuatan bejat laki laki biadab itu. Ia bahkan tak mengetahui bahwa ada semacam bunker atau ruang bawah tanah di rumah jagal yang dimilikinya. Meski sempat ditahan karena polisi tak langsung percaya begitu saja dengan pengakuannya, namun karena minimnya bukti akhirnya si pemilik rumah jagal itu dibebaskan. Sementara Brojo dan Mas Gondrong, raib entah kemana. Begitu juga dengan orang asing dan bocah misterius yang telah mengeksekusi Bayu. Akhirnya, seiring berjalannya waktu, kasus itupun menguap dan terlupakan. Hanya menyisakan trauma mendalam yang sampai sekarang tak kunjung bisa kulupakan."

"Biar kutebak," aku menyela, karena kulihat Mbak Tyas lagi lagi menjeda ceritanya untuk sekedar membasahi tenggorokan dengan minuman tambahan yang kupesan. "Mbak Tyas sengaja pindah dari Kedhungsono kesini karena ingin menuntaskan kasus ini kan?"

"Tebakan yang bagus. Tapi sayang kurang tepat," Mbak Tyas tersenyum. "Bukan sekedar untuk menuntaskan kasus, tapi juga untuk menepati janjiku kepada Lintang. Jujur Mas, semenjak peristiwa itu aku selalu dibayang bayangi oleh perasaan bersalah. Lintang dan Bayu, mereka rela mengorbankan nyawa demi aku. Sementara aku yang akhirnya berhasil selamat, justru tak mampu menepati janjiku kepada mereka. Hal itu jelas menjadi beban tersendiri dalam hidupku. Terkadang, bahkan sampai sekarang, aku sering dibayang bayangi mimpi buruk dari kejadian di masa lalu itu. Beruntung, semua keluargaku mendukungku. Bahkan adikku yang awalnya tak pernah akur denganku, sampai bercita cita untuk menjadi polisi agar bisa mengungkap kembali kasus ini. Cita cita, yang akhirnya benar benar ia wujudkan. Sayangnya, sampai detik ini, tak satupun titik terang yang berhasil kami dapatkan. Sampai akhirnya, tanpa sengaja aku menemukan cerita Tegal Salahan yang Mas Indra tulis di Kaskus, dan aku yang sudah nyaris putus asa kala itu, seolah mendapatkan semangatku kembali."

"Tunggu," kembali aku menyela. "Apa hubungannya antara kasus yang pernah Mbak Tyas alami dengan cerita Tegal Salahan yang pernah aku tulis?"

"Mungkin memang tak ada. Tapi setelah membaca cerita Mas yang lain, yang mengisahkan petualangan Mas Indra dan teman Mas Indra yang bernama Slamet itu, aku jadi yakin, bahwa Mas Indralah orang yang selama ini kucari untuk bisa membantuku."

Aku tertegun untuk sesaat. Ini bukan pertama kalinya ada orang yang terlalu berharap padaku setelah membaca cerita receh yang aku tulis. Cerita, yang sebenarnya hanyalah cerita isapan jempol hasil dari imajinasi konyol seorang halusinator sepertiku.

Sayangnya, mereka yang membaca cerita ceritaku, menganggap bahwa apa yang aku tulis itu adalah nyata. Dan saat mereka mengalami masalah yang berhubungan dengan dunia klenik atau semacamnya, mereka sering meminta bantuan atau pencerahan kepadaku, karena menganggap bahwa aku benar benar paham dan mengerti soal dunia supranatural.

Ironis memang. Dan lebih ironis lagi karena aku type orang yang sulit untuk menolak saat ada orang yang membutuhkan bantuan dariku, hingga terkadang, tanpa pikir panjang aku mengiyakan begitu saja permintaan mereka, meski aku tak yakin bisa membantu. Ujung ujungnya, aku sendiri yang akhirnya dibikin pusing tujuh keliling oleh kekonyolan yang aku ciptakan sendiri.

"Mas," ucapan Mbak Tyas mengejutkanku. Dan lebih terkejut lagi saat aku menyadari bahwa perempuan itu kini telah menggenggam tanganku dengan sebelah tangannya. " Aku yakin, pertemuan kita kali ini bukanlah suatu kebetulan belaka. Tuhan telah mengatur semuanya Mas. Dia mengirimmu padaku untuk menjadi malaikat penyelamatku. Aku yakin itu. Karena itu, kumohon, sekali ini saja. Tolong bantu aku! Bantu teman temanku! Lintang dan Bayu, mereka masih belum bisa tenang di alam sana, selama aku belum bisa menepati janjiku kepada mereka. Aku janji Mas, apapun akan kulakukan, apapun akan kuberikan, bahkan jika harus merelakan segenap jiwa dan ragaku, aku ikhlas, asal Mas Indra mau membantuku!"

Damn! Ucapan penuh harap serta tatapan sayu dari perempuan itu, benar benar mampu merontokkan iman dan pendirianku, hingga tanpa sadar aku mengangguk, mengulang kesalahan dan kebodohan yang sudah cukup sering aku lakukan selama ini, menyanggupi permintaan yang sudah jelas jelas tak mampu untuk aku penuhi.

Konyol memang. Tapi itulah kenyataan. Dan aku sama sekali tak merasa menyesal, karena senyum manis yang pelan terkembang dari bibir Mbak Tyas, benar benar mampu menghapus segala penyesalan yang sempat menyeruak didalam benakku.


Bersambung
Diubah oleh indrag057 18-03-2024 15:33
cotel79
bebyzha
erman123
erman123 dan 32 lainnya memberi reputasi
33
Tutup