Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

afryan015Avatar border
TS
afryan015
SeKamar Kos Dengan "Dia"



Halo agan agan sekalian, selamat datang di thread terbaru ane, dimana ini bisa disebut kisah atau lanjutan dari thread ane yang sebelumnya.

Mungkin bisa agan agan yang belun baca thread ane silahkan dibaca dulu thread ane sebelumnya
"Hidup Berdampingan Dengan Mereka'

Nah monggo yang belum baca silahkan dibaca dulu

oh iya bagi yang belum kenal ane, kenalin nama ane ryan, pemuda biasa yang berasal dari jawa tengah

Seperti biasa tempat nama dan lokasi bakal ane ganti, untuk kenyamanan bersama

Ok langsung aja menuju ceritanya,oh iya ane bakal ganti sebutan kata ane jadi aku hehehe soalnya aneh rasanya

Quote:





Awal Mula Ngekos
Cerita ini bermula saat aku mulai memasuki bangku kuliah, disini aku masuk ke sebuah kampus swasta ternama di provinsi ***ja, kampus ku berada dipinggir jalan **** road *****, saat itu aku bersama kakaku mencari tempat kos di daerah dekat kampus, tapi sayangnya ongkos yang di perlukan untuk sewa kos di dekat kampus merogoh kocek yang lumayan menguras isi dompet.

Akhirnya kakaku menyarankan untuk menyewa kos dimana dulu kakaku pernah ngekos disana, yah walaupun jarak dari kos itu sampai ke kampus memerlukan waktu 5 - 10 menit untuk sampai, kupikir nggak masalah lah.

Langsung aku dan kakaku mengendarai motor mulai berangkat ke alamat kos tersebut, setelah beberapa menit kami berjalan akhirnya kita sampai di lokasi kos yang dulu pernah tinggal.

Quote:


Ya memang waktu itu harga segitu sangatlah murah dengan fasilitas sudah termasuk listrik dan air,

Aku dan kakak ku menunggu orang yang keluar dari dalam rumah kos.
Nggak membutuhkan waktu lama kemudian keluarlah seorang cewek dari dalam rumah kos itu

Quote:


Setelah masuk,kakaku menjelaskan kalo dia sedang mencari untuk aku adiknya, kemudian mbak dera mengajak kami untuk berkeliling melihat kamar kos yang masih tersedia.

Kos disini berjumlah 12 kamar 2 kamar mandi, posisinya 5 kamar dan 1 kamar mandi di lantai bawah, kemudian 7 kamardan 1 kamarmandi di lantai 2, oh iya posisi rumah menghadap ke arah timur dengan di sampingkanan rumah ada 1 rumah yang cukup luas dan jarang di tinggali dan di samping kiri ada rumah sekaligus tempat penjual makan yang kami sebut burjonan

Untuk kamar bawah sudaj terisi semua, makanya kita langsung di arahkan ke lantai 2, disana sudah ada 1 kamar yang di tempati,tepatnya pas di tengah tengah.

Dan disitu mbak dera mempersilahkan untuk Memilij kira kira mana yang menurutku nyaman untuk dipakai

Quote:


Aku mulai melihat satu persatu kamar yang masih kosong itu, aku memasuki salah satu kamar disamping kanan kamar yang sudah ada yang pakai itu, didalam ane ngelihat ada sebuah lukisan yang menurut ane kuno, dan lukisan itu adalah lukisan seseorang yang kalau di perhatikan ada aura yang sedikit membuat bulu kuduku berdiri saat melihatnya.

Walau kondisi kamar serasa nyaman tapi aku tetap merasa ada yang aneh dengan kamar itu, sehingga aku memutuskan untuk tidak menempati kamar itu, dan aku pikir untuk langsung keluar dari kamar itu,

Aku mulai keliling lagi kali ini aku memasuki kamar di sebelah kiri kamar yang sudah ada penghininya itu, kondisi kamar cukup luas dibandingkan dengan kamar kamar yang lain, untuk akses turun pun enak soalnya tangga untuk turun tepat di depan kamar ini dan dari sekian banyak kamar,hanya kamar ini saja yang memiliki 2 jendela,yang satu di depan berjejer dengan pintu masuk kamar dan satunya berada di sisi belakang,

Tanpa pikir panjang aku langsung memutuskan untuk memilih kamar itu untuk di sewa

Quote:


Nah disini kita langsung deal dan kita langsung mau pamit pulang dan buat besok bawa barang barang untuk di letakan di kos,
Dan kita langsung pamit pulang, posisi kita masih di lantai 2.

tapi setelah aku membalikan badan dan mulai melangkah turun, samar samar aku melihat ada sesuatu masuk dan berjalan di samping ku, sesosok makhluk berwarna abu abu, tidak terlalu tinggi tapi gerakannya lumayan cepat jadinya aku hanya bisa melihatnya sekejap tapi belum jelas wujud apa itu.

Aku cuek aja dengan apa yang barusan kewat, lanjut kita jalan keluar, dari bawah kita bisa melihat keatas dan melihat kamar kamar yang ada di atas,

Iseng ane lihat keatas buat ngliat kamar ku nanti yang akan menjadi tempat istirahat selama aku di kota ini.

Waktu aku ngliat ke atas, aku ngliat ada cewek berambut panjang dengan pakaian santai, wajahnya cantik, hanya saja dia seperti orang sakit dengan wajah sedikit pucat, sosok cewek itu tersenyum kepadaku.

Quote:


Oh iya di sini aku udah nggak bisa ngrasain itu hantu atau bukan,soalnya kepala ku yang biasanya terasa pusing jika akan menemui hal seperti itu sudah tidak terasa lagi sejak akhir Ujian SMK waktu itu, ntah karna konlet kebanyakan mikir atau giman aku juga kurang tau.

Aku cuek saja dengan sosok cewek di lantai 2 itu dan aku tetap berjalan keluar untuk pulang. Dan di jalan aku menanyakan hal pada kakak ku

Quote:


Tapi di perjalanan aku merasa jadi bimbang gimana kalo itu bukan orang, dan gimana kalo iti beneran dan dia mau ganggu aku terus disana.

Sempat terfikir buat membatalkan ngekos si sana, tapi mau gimana lagi kita terlanjur sidah deal dan kita juga sudah membayar uang kosnya, jadi kalo mau di minta lagi yang jelas nggak enak apalagi mas bono udah kenal akhrab dengan pemiliknya

Akhirnya aku nggak kehilangan akal, buat nyari temen kos, dan ternyata ada satu temen kos ku yang mencari kos dan aku ajak dia buat ngekos disana. Dan syukurnya dia mau buat ngekos disana.

Aman batinku, ada temen yang bisa aku mintai tolong kalo bener akan terjadi sesuatu disana. Dan dia ku kirimi alamat buat dia kesana dan melihat kamarnya.

Keesokan harinya dia memberi kabar kalo dia jadi ngekos disana dan posisi kamarnya tepat di samping kamar ku. Lega rasanya kalo ada temen.


Dan 2 hari kemudian aku mulai menempati kamar itu, dan temenku yang ngekos di sebelahku kayanya sore hari baru dia sampai di kos kosan.

Karna hari waktu itu terasa panas, jam menunjukan pukul 1 siang, aku putuskan buat mandi karna merasa gerah, yah maklum aja daerahku di pegunungan jadi mungkin tubuh ini merasa kaget dan belum terbiasa, suasana membuat tubuhku penuh kringat,

Aku langsung berjalan menuju kamar mandi, dan langsung ane melaksanakan kegiatan mandi,
Sesuai dugaan ku kemarin pasti akan ada gangguan disini, waktu aku mandi tiba tiba ....



Bersambung.....
Diubah oleh afryan015 17-10-2023 06:21
sampeuk
bebyzha
3.maldini
3.maldini dan 311 lainnya memberi reputasi
288
482.9K
5.5K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
afryan015Avatar border
TS
afryan015
#3197
Lamaran

Saat aku meraba tembok untuk mencari saklar, tanpa sengaja aku merasa menyentuh sebuah benda dengan tekstur seperti kulit, tapi terasa sangat dingin. Aku mulai merasa ada hal yang berasa tidak beres. Aku kemudian mengarahkan tanganku ke arah lain untuk mencari di mana saklar itu untuk kemudian sesegera mungkin menarik tanganku saat lampunya sudah menyala. Akhirnya, aku menemukan saklar itu. Langsung aku hidupkan lampu kios ibuku. Aku berniat untuk langsung menarik tanganku. Namun, saat akan aku tarik tanganku keluar, sesuatu yang bertekstur kulit itu menariku ke dalam. Rasa dingin langsung sangat terasa di tanganku. Dan saat aku melawan, ternyata langsung terlepas tanganku dari dalam sana. Sosok yang menarikku itu adalah tangan dari sesosok makhluk berjenis kelamin wanita yang ternyata hanya ingin iseng saja. Saat aku tarik tanganku keluar dan terlepas, langsung terdengar suara tawa cekikikan dari dalam kios ibuku. Hanya aku saja yang mendengar suara cekikikan tersebut. Aku sama sekali tak mempermasalahkan hal itu karena sudah terbiasa bagiku diganggu dengan sosok hantu cewek. Aku lanjutkan membantu ibuku membuka kios hingga akhirnya tertatalah barang dagangan ibuku dengan rapi di kiosnya.

Hari memang masih terhitung pagi karena jam sebelas belum ada. Kondisi pasar masih sedikit lengang dengan hanya ada beberapa orang yang mondar-mandir. Tak banyak juga yang sekadar berhenti dan menanyakan harga dagangan pakaian yang ibuku jual. Aku duduk terdiam sambil memainkan ponselku sembari menunggu pembeli datang lagi walau hanya sekadar untuk bertanya-tanya dulu tentang dagangan kami. Ibuku duduk dan menunggu pelanggan dari luar kios sembari melihat lihat stok dagangan mana yang sudah mulai menipis jumlahnnya. Dan yang pasti akan segera dilengkapi oleh ibuku.

Aku memainkan ponselku dan sekalian berbalas pesan dengan Via yang sekarang kondisinya mulai membaik dari sebelumnya. Dia memberi kabar kalau orang tuanya sekarang sedang berada di sana menjenguk. Yah untung saja sih orang tua Via datang saat kondisi Via sudah membaik. Kalau datang menjenguk dan Via dalam keadaan tidak sehat, pasti kemungkinan besar Via akan dipaksa pulang dan berhenti kuliah karena sebenarnya orang tua Via kurang ikhlas melepas anaknya tinggal sendirian di kota orang apalagi ditambah kerja. Seperti itulah orang tua Via yang terlalu over sayang pada anaknya.

Setelah beberapa saat ibuku melihat stok yang kosong, kemudian ibuku berkata padaku untuk menjaga kios dulu dan ditinggal sendirian menjaga kios ini. Aku pun hanya menurut apa yang dikatakan oleh ibuku. Aku kembali menunggu pelanggan yang akan membeli dagangan. Aaat sedang sendirian di kios pasar, aku terus memainkan ponselku sambil terus berbalas pesan dengan Via. Namun, tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara seseorang yang berkata, “Kamu lagi kesepian, ya?”

Aku yang mendengar kata-kata itu kemudian melihat ke depan kiosku berharap ada seseorang yang memang bertanya padaku. Namun, saat aku melihat ke arah depan, sama sekali tak ada orang. Aku hanya berpikir mungkin aku salah dengar karena masih terus kepikiran soal Sinta yang mulai tak menemaniku, sedangkan Via sedang berada di kota sebelah yang jaraknya lumayan jika harus bolak-balik. Aku sama sekali belum kepikiran kalau yang menanyaiku tadi adalah sosok yang tadi jahil padaku. Aku terus kembali fokus pada ponselku dan berbalas pesan lagi dengan Via dan menanyakan kabar orang tuanya. Soalnya, selama aku di kotaku sendiri, aku pun belum pernah ke tempat orang tua Via. Sekilas aku teringat akan kondisi Anggi. Aku terakhir hanya mendapat info dari Bimo kalau kondisi Anggi sudah membaik, tapi belum siuman.

Aku sempatkan untuk menelepon Anggi dan berharap dia sudah pulih dari kondisinya kemarin. Saat aku mencoba untuk menelepon Anggi, ternyata panggilanku dialihkan entah karena apa. Aku coba untuk kedua kalinya, tapi sama saja. Malah kali ini sengaja dimatikan dari sana. Aku jadi merasa sangat bersalah karena aku tak bisa menolongnya lebih awal. Aku mulai berpikir Anggi belum sembuh dari kondisinya terakhir. Dan saat aku sedang memikirkan Anggi, aku kembali mendengar seseorang berkata, “Cie ... enggak diangkat.”

Mendengar kata seperti itu, aku malah teringat akan Sinta yang selalu menggodaku dengan tingkahnya yang konyol. Aku kembali melihat ke arah sekitar, tapi sama sekali tak menemukan seseorang pun. Bahkan, aura Sinta pun sama sekali tak kurasakan. Saat aku sedang mencari sosok Sinta, suara itu pun kembali terdengar.

“Cie, cie ... nyariin. Coba tebak di mana!” Suara itu terus memancingku untuk mencarinya dan aku baru menyadari suara itu berasal dari rak-rak yang berasal dari atas kios ibuku yang digunakan untuk menyimpan beberapa barang. Aku kemudian menoleh ke atas dan sambil berkata kegirangan karena berharap itu Sinta. Aku memanggil nama Sinta dengan girangnya. Namun, yang kutemukan adalah cewek berwajah cantik dengan kulit yang sangat putih dan memiliki sayap transparan. Aku sangat terkejut dibuatnya. Aku sama sekali tak berpikir akan menemui makhluk seperti ini di dalam pasar. Entah dia memang tinggal di sini atau dia ternyata sudah mengikuti aku sejak lama karena tahu Sinta sudah tidak berada di sampingku.

Sosok itu tak kalah cantik dengan kecantikan Sinta. Bukan wajah menyeramkan yang dia tunjukan, melainkan wajah yang sangat ramah. ndai saja dia tak memiliki sayap, aku akan terkejut dan menyangka dia adalah orang. Dan yang membuatku kaget nantinya adalah kenapa dia bisa di dalam sini jika dia adalah orang. Melihat aku melongo melihat kecantikan dia, dia pun berkata padaku, “Hus, jangan melongo nanti kemasukan tai cicak lo.”

“Eh, maaf kamu siapa dan sudah sejak kapan kamu ada di situ?” tanyaku sedikit terkejut.

“Aku sudah lama kok di sini. Lagian tadi sudah pegangan tangan juga masa iya enggak tau sih.” Wanita itu tertawa cekikikan sambil tersipu malu.

“Oh, jadi tadi itu ulahmu. Apa yang kamu mau dariku?” tanyaku sedikit ketus padanya.

“Hihi ... enggak ada. Sudah, ah, aku pergi dulu. Habisnya mau kenalan malah judes gitu. Bye. Hihihi ....”

Sosok itu pun langsung pergi meninggalkanku sendirian di sini. Tak lama setelah itu, ibuku pun kembali lagi ke kios dan melihatku sedang melihat ke langit-langit sambil melongo.

“Hus, lagi apa, Yan, kok malah melongo lihat ke atas?” tanya ibuku keheranan.

“Eh, Ibu. Hehe ... enggak ada, Bu.” Dengan salah tingkah aku menjawab ibuku.

“Sudah, sana kamu pulang saja daripada di sini melongo.”

“Enggak apa-apa, Bu, sambil bantu Ibu barangkali nanti ramai jualannya.”

“Sudah, enggak apa-apa. Ibu bisa sendiri. Lagian, nanti kamu bosen cuma nungguin orang. Udah sana pulang atau main ke mana sana.”

“Ya udah deh, Bu, Ryan pergi main. Nanti kalau perlu bantuan, telepon aja, ya.”

Aku pun akhirnya pergi dari pasar dan beranjak ke tempat di mana aku PKL atau sekarang lebih dikenal dengan kata prakerin. Audah menjadi kebiasaanku terus menyambung silaturahmi dengan mereka yang dulu pernah mengajariku ilmu yang menjadi jurusanku.

Sampailah aku di tempat PKL-ku di mana tempat itu adalah toko komputer yang lumayan besar di kotaku ini. Saat aku memasuki toko komputer itu, ingatanku langsung kembali ke masa laluku di sini. Walau hanya berada di sini selama tiga bulan, tempat ini sudah aku anggap sebagai rumah dan orang di dalamnya sudah aku anggap seolah keluargaku sendiri. Aku memasuki toko dan di dalam orang yang dulu bersamaku selama tiga bulan langsung menyambutku dengan ramah. Mulai dari menanyakan kabarku, menanyakan kondisiku, menanyakan kegiatanku dan sekarang sibuk apa, semua mereka tanyakan. Aaat sedang asyik bercengkerama dengan orang-orang di sana, tiba-tiba HP-ku bergetar tanda bahwa ada panggilan masuk. Aku ambil teleponku dan kulihat hanya tercetak urutan nomer di layar HP-ku yang menunjukkan itu adalah nomer baru yang menghubungiku. Aku bukan tipe orang yang tidak mengangkat telepoon kalau aku tidak mengetahui nomor siapa itu. Lalu aku terima panggilan masuk itu.

“Halo, dengan saudara Ryan?”

“Iya, halo dengan siapa, ya?”

“Saya HRD dari (nama Swalayan tempat aku mendaftar) mau mengucapkan selamat pada Saudara Ryan kalau lamaran Anda diterima menjadi supervisor. Dan oleh karena itu, apakah bisa Saudara Ryan datang ke kantor lagi untuk penjelasan kerja, pengukuran seragam, dan kesepakatan gaji?”

Aaat seperti ini yang membuatku sangat bingung harus memutuskan untuk lanjut atau tidak. Aku pun belum tahu aku harus darang ke kantor yang ada di kotaku ini atau kantor yang ada di kota sebelah lagi. Jika memang harus ke kantor yang ada di kota sebelah, malas rasanya untuk ke sana karena jaraknya yang sangat jauh. Ditambah lagi, baru kemarin aku pulang dari sana.

“Eee ... harus datang ke kantor mana, ya, Pak, yang ada di Wonosobo atau di Purwokerto?”

“Kantor yang kemarin untuk tes, Mas, karena di sini kantor pusatnya.”

Tanpa pikir panjang aku langsung menolak untuk datang ke sana.

“Waduh, Pak, sebelumnya maaf tapi saya baru saja sampai di Jogja dan ada beberapa acara di sini. Kalau besok, kayaknya tidak bisa, Pak.”

“Diusahakan datang ya, Mas, soalnya ini sudah diterima. Jadi, sebisa mungkin harus datang untuk ....”

“Tapi maaf, Pak, sepertinya kalau besok saya tidak bisa.”

“Diusahakan dulu ya, Mas. Kita tunggu kedatangannya. Selamat siang. Terima kasih.”

Telepon pun langsung ditutup oleh pihak HRD dan tetap memintaku untuk datang ke sana. Jika aku harus datang ke sana dari sini, akan menghabiskan waktu paling tidak 4–5 jam perjalanan. Dan itu membuatku merasa malas untuk datang. Itu yang menjadi alasanku untuk menolak pekerjaan itu. Padahal, aku sedang berada di rumah. Namun, memang karena niatanku untuk bekerja masih setengah hati makanya seperti ini. Dan mungkin hanya aku yang mau menolak perintah HRD untuk menemui, padahal sudah dinyatakan diterima. Kembali egoku yang memenangkan hal ini.

Aku kembali berbincang dengan para pegawai toko komputer di mana aku PKL dulu. Aku menghabiskan waktuku di sana untuk membantu pekerjaan mereka walaupun tidak dibayar karena aku merasa senang melakukan itu. Mereka pun tak keberatan aku membantu mereka. Beberapa penunggu yang dulu sering menjahili aku di sini. Mereka terus menatapku dari kejauhan. Entah kenapa saat ini mereka tak mau menjahiliku lagi. Padahal, dulu mereka sangat suka menjahiliku, dari sosok anak kecil yang berjalan di langit-langit kamar mandi, sesosok nenek yang berada di sudut ruangan, dan beberapa permen sugus yang kadang-kadang muncul.

Sore hari pun tiba. Aku berpamitan pada mereka untuk kembali ke pasar membantu ibuku menutup kiosnya. Aku masukan barang dagangan yang tadinya tertata rapi di gantungan luar kios masuk ke dalam. Sn saat aku hampir selesai memasukan dagangan ibu masuk ke kios, aku merasa sosok wanita tadi kembali memperhatikanku dari sudut atas kios ibuku. Pada akhirnya, setelah selesai memasukkan dagangan ibuku ke dalam, tinggal menutup kios ibu lalu mematikan lampu. Kembali lagi aku harus mencari saklar yang berada di balik dagangan ibu yang berada di tembok. Hal itu terulang lagi. Sosok itu menjahiliku dengan memegang dan menarikku ke dalam.

Hal itu terus aku lakukan selama beberapa hari. Dan selama itu juga sosok yang berada di kios ibuku menjahiliku. Akan tetapi, bukan hanya sekadar jahil, melainkan sepertinya dia ingin berkenalan tapi sedikit malu. Berbeda dengan Sinta yang selalu blak-blakan dan grusah-grusuh. Sosok wanita ini walaupun centilnya sama, dia sedikit pemalu. Dan setiap hari selalu saja ada saja yang dia lakukan untuk mencuri perhatianku.

Hampir ada sekitar sepuluh hari aku di rumah. Dan sudah resmi undangan dari HRD itu aku tolak. Selama sepuluh hari itu, aku terus terpikirkan nasib dari Anggi. Namun, aku sama sekali tak berani mengubunginya lagi. Aku takut dia marah padaku karena kejadian beberapa hari itu. Dan beberapa hari itu juga aku kerap mendengar dari bapak saat berbicara dengan ibu bahwa bapak menerima laporan dari tetangga kalau ada seseorang berpakaian rapi membawa kendaraan mobil mendatangi rumahku pada saat kami sedang tidak di rumah.

Pernah satu hari aku niatkan untuk berada di rumah setelah membantu ibu membuka kiosnya. Aku menunggu barangkali orang yang berpakaian rapi itu datang. Namun, setelah ditunggu seharian ternyata sama sekali tak ada orang yang berkunjung ke rumah. Dan karena aku tak bertemu dengan orang yang dimaksud oleh tetanggaku, aku mencoba beberapa kali lagi. Namun, sama tak ada seorang pun yang datang ke rumah kami. Hingga pada akhirnya, pada malam Minggu, saat kami sekeluarga sedang santai berkumpul di ruang tengah, terdengar suara ketukan pintu dari arah ruang tamu. Aku refleks langsung bangkit dari dudukku dan segera membukakan pintu untuk tamu yang akan berkunjung. Aku membukakan pintu dan kutemuilah seorang lelaki setengah baya mengenakan pakaian rapi dengan atasan kemeja kotak-kotak dan memakai celana kain. Di tangannya terikat jam berwarna emas yang terlihat sangat mahal dan di beberapa sela jarinya terlihat cincin akik. Aku yakin aku merasakan ada sesuatu di dalamnya.

“Selamat malam, Mas, benar ini rumahnya Ryan?” Lelaki itu bertanya dengan ramah.

“Iya, Pak, benar. Bapak siapa, ya?” tanyaku pada lelaki itu.

“Alhamdulillah, ternyata benar. Boleh saya masuk, Mas?” Izin lelaki itu padaku.

“Boleh, Pak, silakan masuk. Maaf sedikit berantakan maklum rumahnya kecil.”

“Alah, enggak apa-apa. Sama saja dengan rumah saya kok. Bapak sama ibu ada?” Lelaki itu merendah.

Tak lama setelah itu, bapak dan ibu keluar dari ruang tengah dan langsung mendekat ke arah lelaki itu.

“Selamat malam, Pak, Bu. Maaf, ini mengganggu malam-malam begini,” kata lelaki itu menjabat tangan bapak dengan ramah.

“Wah, enggak apa-apa, Pak. Monggo silakan duduk. Buk, buatin minuman, ya.” Bapak mempersilakan duduk lelaki itu.

“Maaf ini lho, Pak, mengganggu malam-malam. Soalnya, kemarin-kemarin saya datang siang enggak ada di rumah, bapak sama Mas Ryannya.”

“Wah, iya, Pak, la wong saya ngajar dan Ryan sama ibunya di pasar. Oh, jadi bapak to yang katanya mencari kami. Ada perlu apa, ya, Pak? Maaf lho kaya orang penting saja saya sampai dicariin orang kaya Bapak,” gurau bapakku.

“Wah, Bapak ini bisa saja.”

Mereka kemudian saling berbincang satu sama lain. Dalam obrolannya yang membuat aku aneh adalah sesekali lelaki itu menoleh ke arah luar seolah sedang menunggu seseorang untuk datang. Namun, lelaki itu masih terus berbincang pada bapak mengobrol ke sana kemari sambil menikmati teh dan jajanan yang disuguhkan oleh ibuku. Tak lama setelah itu, aku melihat ada seseorang yang datang ke arah rumahku. Sosok wanita yang ternyata aku sudah mengenalnya.

“Nah, ini dia akhirnya datang juga. Nah, ini lho, Pak. Jadi, saya itu bapaknya Anggi. Sebelumnya saya mau berterima kasih kepada bapak sekeluarga sudah membantu dan menolong Anggi saat itu. Dan kata guru supranaturalku, kalau tidak ada bapak sekeluarga, Anggi bisa dalam bahaya besar. Dan karena bapak sekeluarga Anggi bisa selamat. Ini pun baru sehat bugar seperti ini setelah kejadian tempo hari itu.”

Ya, wanita yang datang itu adalah Anggi. Wanita yang sudah aku kenal dan tidak mungkin aku asing akan wajahnya.

“Wah, enggak ada yang kami perbuat kok, Pak. Kita hanya membantu sebisanya saja. Semua kembali karena kehendah Allah. Sudah sepantasnya sesama manusia kita saling tolong-menolong. Eh, gimana, Mbak Anggi, sudah seger badannya? Sudah enakan ‘kan rasanya?”

“Iya, Pak, sudah lebih baik daripada sebelumnya.” Anggi menjawab dengan malu-malu.

“Harus sehat dong, Nggi. Jangan jadi penakut lagi, Nggi. Tenang, teman-temanmu bakal lindungi kamu kok, termasuk aku kalau bisa. Hehe ...,” imbuhku.

Kami pun melanjutkan pembicaraan hingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

“Eh, sudah malam ini, Pak. Oh iya, malah jadi ngobrol ke mana-mana. Jadi, begini, Pak, niat saya dan Anggi kemari sebenarnya tidak hanya untuk berterima kasih saja, tapi ada satu hal lagi, Pak, yang ingin kami sampaikan atau lebih tepatnya saya usulkan atau tawarkan.”

“Wah, apa itu, Pak, bikin penasaran saja Bapak ini.”

“Jadi begini, Pak. Sebelumnya saya mau tanya dulu apakah Mas Ryan sudah tunangan atau belum, ya?”

“Kalau setahu saya si belum, Pak. Soalnya, saya belum pernah antar dia ke tempat seorang cewek itu,” jawab bapak sambil bercanda.

“Nah, kebetulan. Jadi, niat saya kemari ini untuk menjodohkan Mas Ryan dengan anak saya, yaitu Anggi.”

“Waduh, kalau itu saya enggak bisa mutusin, Pak. Kalau saya sih nurut saja sama anaknya. Kalau Ryan mau, ya monggo wong dia anak laki-laki jadi bisalah mutusin sendiri. Aaya pun enggak pernah nyampurin urusan percintaan anak saya. Ya, kalau Ryan mau, ya monggo, enggak ya berarti belum jodohnya Mbak Anggi.”

Aku yang mendengar hal itu merasa sedikit terkejut, sedangkan Anggi hanya tertunduk malu saja.

“Gimana, Mas Ryan, apakah mau?”

“Eeee ...” Aku sama sekali tak bisa menjawab pertanyaan itu.

“Eh, sudah jangan dijawab sekarang, mungkin besok atau beberapa hari lagi saya ke sini saja untuk mendengar jawabannya. Seandainya tidak bisa ya setidaknya kita bisa mempererat tali silaturahmi atau bisa menjadi saudara.”

“Haha ... iya sudah enggak apa-apa, Pak, santai saja,” ucap bapakku tertawa sambil melihatku.

“Ya sudah, Pak, saya pamit pulang ke hotel sudah malam. Maaf, mengganggu waktunya.”

Akhirnya, bapaknya Anggi dan Anggi pun beranjak pulang menuju ke hotel di mana mereka menginap. Aku sedikit syok dengan tawaran yang diberikan bapaknya Anggi kepadaku. Tak pernah terpikir di otakku untuk menjalin hubungan yang lebih dari teman kepada Anggi. Hal itu membuatku terus kepikiran. Dan mungkin, seandainya ada Sinta, aku sudah kena omel duluan walaupun aku belum menjawab "ya" untuk perjodohan itu.

Selepas mereka pergi, aku pun langsung pergi ke kamarku untuk tidur. Sekejap diriku langsung tertidur. Mungkin badan ini capek karena syok terapi malam hari ini.

Kubuka mataku, terlihat langit biru dan dihiasi burung-burung kecil yang terbang ke sana kemari sambil benyanyi girang. Harum rerumputan hijau yang diterpa angin sangat membuatku rileks. Aku membalikan badanku dan aku melihat tiga orang wanita memandangku sambil melempar senyum manis mereka. Wajah yang sangat aku kenal, Via, Sinta, dan Anggi. Mereka bertiga berjalan mendekat ke arahku sambil meraih tanganku dan menuntunku bermain di atas pasir putih di pinggir pantai. Kami berempat saling bercanda dan asyik bergurau hingga matahari terbenam.


TAMAT
Diubah oleh afryan015 27-10-2021 13:04
simounlebon022
sampeuk
bebyzha
bebyzha dan 60 lainnya memberi reputasi
61
Tutup