Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

betiatinaAvatar border
TS
betiatina
Kumpulan Cerpen Betiatina
Cerpen dengan berbagai tema





Ada Rindu di Sudut Kantin Sekolah


Cerpen Remaja



Bulir-bulir bening mulai menetes perlahan di kedua pipi tirus Haifa. Suara sendok yang beradu piring terdengar sangat gaduh, siswa-siswi berebut tempat duduk. Ada pula yang berteriak tidak sabar menunggu pelayan kantin menyediakan bakso dan es. Namun, Haifa tetap merasa sepi sendiri. Teh panas yang dipesannya belum juga tersentuh. Ada gumpalan sesal mengganjal disudut hati yang mendalam. Sorot matanya kosong. Tangan kanan tak henti mengaduk minuman panas yang kini telah berubah menjadi dingin.

Teeettt ... Teeettt ... Teeettt .... Suara bel tanda masuk kelas telah berbunyi. Haifa tertunduk lesu. Langkah gontai membawanya ke ruang kelas. Pelajaran demi pelajaran tak ada satu pun yang mampu mengisi kepalanya yang masih enggan berfikir. Haifa masih larut dalam kesedihan.

Semua teman dekat selalu memberi dukungan dan penguatan. Tapi entahlah, Haifa seperti kehilangan setengah hati. Semangatnya ikut melebur bersama sudut hati yang merapuh. Keceriaan dan kekuatan yang selama ini menjadi ciri khas gadis manis dengan lesung pipit di satu sisi pipinya itu ikut layu.
-----------------

Rintik gerimis sore ini menambah udara semakin dingin, sedingin perasaannya. Haifa terus terbayang rekaman satu bulan silam. Saat dirinya sedang berbunga bunga menerima cinta dari Rangga.
Satu minggu setelah jadian, mereka membuat janji untuk jalan - jalan berdua.

"Kita ke taman kota saja ya Fa." Rangga menawarkan pada Haifa.

"Bioskop?." Haifa meminta pilihan lain.

"Alun - Alun." Rangga ngeledek dengan senyum manis.

"Mall." Haifa menawar lagi.

"Pasar". Rangga memberi pilihan berbeda.

"Kafe." Haifa tambah semangat mendebat kekasih barunya.

"Timezone haahaaahaaa." Rangga terkekeh. Rundingan sengit khas remaja kasmaran yang akan menjalani ritual kencan pertama, heeee ritual apaan ya?, digelar dengan rasa haru dan penasaran sampai mereka memutuskan ketemuan di taman kota dekat sekolah.
------

Haifa berdandan sangat cantik, kaos lengan panjang warna biru senada dengan celana jeans yang dikenakan.
"Duh ... Gadisnya mama cantik banget, mau kemana neng?" Mama Haifa heran dengan anak gadisnya yang biasa dirumah, kini sudah dandan sangat cantik. Yang ditanya hanya tersipu, pipi memerah pertanda malu. Sang mama tersenyum, memahami akan perubahan pada gadisnya.

'Sudah remaja kini anakku, mulai berbunga hatinya punya teman spesial', batinnya.

Haifa memesan ojeg online agar mengantar menuju sekolah, hatinya berbunga-bunga tak sabar ingin merasakan kencan diluar untuk pertama kali. Karena biasanya mereka hanya bertemu di sekolah. Saat jam istirahat di perpustakaan atau saat jajan du kantin. Kadang-kadang sih ya, kalau ada rapat perwakilan kelas barulah mereka bertemu, pun malu-malu karena sudah tentu mereka berdua menjadi bahan ledekan teman-teman.
----------

Haifa menunggu di kantin sekolah yang sudah tutup. Hari memang sudah sore, hanya anak-anak team basket yang masih nampak bermain.
Satu jam berlalu, suasana sekolah semakin sepi. Beberapa pasang muda-mudi nampak lalu lalang. Haifa nampak gelisah. Satu jam, dua jam, tiga jam, sang pujaan tak kunjung datang. Haifa menyerah, ia pun segera pulang. Ojeg online masih setia mengantarnya kemana saja.

Tiba-tiba ponsel Haifa berbering, satu nomor asing menelepon. Haifa hampir pingsan mendengar kabar jika Rangga kecelakaan.

Cairan hangat terus saja mengalir deras dari matanya.

"Rangga tadi pamit mau jalan-jalan sama kamu, Haifa." Ibunya Rangga tersedu.

"Ternyata tadi itu adalah pertemuan terakhir." Wanita setengah baya yang telah membesarkan Rangga itu sangat terpukul.

Haifa tak mampu berkata apapun, bahkan rasa hati tak kuat melihat kekasihnya ditutup kain kafan, sudah tak bernyawa.
------------------

Setiap jam istirahat, Haifa selalu duduk di sudut kantin. Pandangannya tidak fokus, tersirat kesedihan yang mendalam. Ia lebih sering memesan segelas minuman, pun jarang diminum. Selera makannya selalu hilang, meski perut keroncongan minta jatah makan siang. Ada rasa yang entah apa namanya selalu menyembul manja disisi hatinya. Rasa yang ingin terus dibelai dan tak mau beranjak pergi.

Tempat ini, saksi bisu Haifa terus menahan rindu. Rindu yang mungkin hanya bisa diobati oleh orang lain.

Sekian

sumber gambar
Diubah oleh betiatina 28-06-2020 14:11
bukhorigan
armand112
kanyaanatasya
kanyaanatasya dan 30 lainnya memberi reputasi
31
4.5K
211
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
betiatinaAvatar border
TS
betiatina
#2
Tersimpan Rahasia Dalam Luka
Cerpen tentang cinta orang tua



Jika ada cinta yang tulus dan ikhlas di dunia ini, adalah cinta orang tua terhadap buah hatinya.

Bulir kristal hangat yang tertahan setahun terakhir akhirnya jebol juga, aliran anak sungai mengalir deras dikedua pipi tirus Asni, hatinya tercabik- cabik hingga luluh lantah tanpa tersisa. semangat hidup yang dibangun dengan kaki rapuh itu akhirnya tumbang juga di malam ini.

Dada terasa sesak penuh beban berat yang tersimpan sendirian, sebagai beban yang tak mampu dibagi pada siapapun. Aina, anak semata wayang yang dijaga dengan seluruh jiwa raga, bahkan dengan pertaruhan nyawa demi melahirkannya kedunia, kini tak mau lagi menganggapnya sebagai ibu. Perih rasa hati Asni terbuang ke dasar lautan terdalam, sunyi, gelap, tanpa sedikitpun cahaya kasih sayang yang dirasakan. Hembusan kasih sayang yang diharapkan tak ada lagi, semua benci pada dirinya. Lebih tepat, pada pekerjaan kotornya.

"Aina, ayo nduk makan dulu, ibu sudah masak untuk kamu, pepes ikan kesukaan kamu loh nduk ...." Asni membujuk Aina yang sudah memasang muka masam.

"Maaf bu, aku tidak sudi makan apapun yang ibu masak untukku, sebelum ibu berhenti bekerja menjadi penghibur pria hidung belang, aku jijik," ucap Aina lantang.

"Ibu juga bekerja buruh mencuci di loundry bu Harun untuk mencukupi kebutuhan kita nduk." Asni menjelaskan untuk yang kesekian kali.

"Tapi kenapa ibu harus keluyuran tiap malam? kalau bukan untuk menjajakan diri? aku malu bu tiap hari diejek teman disekolah, mereka menyebutku anak lendir." Aina semakin meninggikan suara.

Asni meraih jemari lentik Aina, ingin menjelaskan semua hal yang terjadi dalam kehidupan ini, bahwa semua yang telah terjadi sungguh diluar kemampuannya. Semua adalah takdir yang sudah tertulis bahkan sebelum pelakunya dilahirkan. Tapi Aina buru- buru menepis tangan ibunya.

"Suatu saat kamu akan tahu nduk, tapi tidak sekarang, dua tahun lagi, ibu akan menjadi milik kamu seutuhnya siang dan malam," ucap Asni lembut. Sedikitpun Asni tak ingin marah pada gadis semata wayangnya. Sungguh, cinta itu telah memaafkan semua kekasaran Aina.

"Terserah ibu, tapi jangan dekat-dekat aku sebelum ibu membuktikan semua ucapan ibu untuk meninggalkan pekerjaan kotor ini." Aina meninggalkan wanita setengah baya itu sendirian.

Nanar netra Asni memandang kepergian Aina, karena kekecewaannya pada sang ibu. Sungguh Asni pun tak ingin seperti ini.
----------
Diputarnya lagi kenangan buruk yang membuat Asni harus berkubang dilembah hitam seperti sekarang. Sungguh tak ada satu wanitapun didunia ini yang pantas menjadi wanita penghibur. Hanya keadaan paling konyol dan mendesak yang membuat seorang wanita rela dikoyak kehormatannya demi lembaran-lembaran kertas yang disebut uang.

"Mas, tolong jangan tinggalkan aku dan Aina, dia masih terlalu kecil untuk mengerti arti perpisahan, Aina butuh sosok bapak yang bisa melindunginya. Apapun masalahnya mari kita hadapi bersama." Asni mencegah kepergian suaminya.

Namun bukannya mengindahkan ucapan sang istri, dia tetap berkemas untuk segera meninggalkan dua wanita terpenting dalam hidupnya itu.

"Tidak bisa dik, aku harus pergi, tidak akan lama. Jika keadaan sudah aman untukku, pasti aku akan pulang." Jawab suaminya.

"Tidak aman kenapa? apa yang sudah kau perbuat sampai sampai kau harus meninggalkan kami?" Asni nampak kebingungan atas keputusan suaminya itu.

"Sudahlah jangan banyak tanya." Gertak sang suami.

"Lalu siapa yang akan menafkahi kami?" Asni semakin kalut.

"Kau kerja sebisanya, tiap bulan akan kukirim uang."

Itulah percakapan terakhir antara Asni dan Rana. Bulan-bulan berikutnya tak ada satu lembar uang pun yang dikirim Rana untuk menafkahi Asni, seperti yang ia janjikan. Asni harus bekerja keras membanting tulang memeras keringat demi mencukupi kebutuhannya dan Aina. Tubuhnya terasa kian lelah bekerja keras demi mengisi perutnya dan Aina.

Tiga bulan setelah Rana meninggalkan mereka, nampaklah benang merah dari kekusutan hidup Rana.

Doookkk doookkk doookkk ... suara pintu ruang tamu dipukul keras oleh seseorang, setengah berlari Asni menghampiri pintu kayu dan terus digedor gedor dengan tidak sopan, dadanya berdebar kencang mendengarnya.

"Mana suamimu, dia berjanji akan melunasi hutang- hutangnya hari ini!" Suara lantang dari tamu itu.

"Dia tidak ada." Asni nampak gemetar.

"Jangan bohong kamu." Lelaki setengah baya itu mendorong Asni dengan kasar, disapunya seluruh ruangan dengan pandangan melotot.

"Kemana dia?" Asni menggelengkan kepala tanda tak mengetahui keberadaanya.

"Besok, kalau tidak juga dilunasi utangnya, kau tanggung akibatnya."

Tatapannya tajam sebelum pergi meninggalkan Asni yang masih gemetar. Pipinya terus saja dialiri bulir bening. Hatinya bingung bercampur sedih. Untuk apa suaminya berhutang banyak, sementara kehidupannya teramat sederhana. Hanya air mata yang menambah rasa sesak dalam dada.

Hari hari berikutnya adalah neraka bagi Asni, ia harus rela menyerahkan diri untuk melayani lelaki hidung belang demi mencicil utang suaminya yang jumlahnya sangat banyak. Baru diketahui kalau dulu suaminya suka berjudi, hutang- hutang itu adalah uang taruhan Rana.

'Tiga tahun' kata sang pemberi utang, Asni baru boleh pulang dengan bebas, tanpa harus kembali lagi kesana setiap malam, seperti hari ini. Setiap hari, Asni juga harus mencari penghasilan lain untuk mencukupi kebutuhannya dan Aina. Serupiahpun Asni tidak menerima upah setiap malam.

Sungguh hatinya hancur ketika Aina tak sudi lagi mendekat, Asni sungguh tidak mampu mengatakan yang sebenarnya padanya, ia takut Aina membenci Rana jika diceritakan hal sebenarnya. Tapi menyimpannya sendiri juga membuat sakit hati.

'Biarlah Aina terus membenciku, tapi tidak boleh membenci bapaknya, Biarlah rahasia ini kusimpan dalam luka' bisik Asni lirih dalam derai air mata.

sekian



sumber gambar
Diubah oleh betiatina 10-07-2020 15:04
armand112
kanyaanatasya
bekticahyopurno
bekticahyopurno dan 23 lainnya memberi reputasi
24
Tutup