Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kenkenkenken511Avatar border
TS
kenkenkenken511
Senjakala wilwatikka
Bab I Turyyan

Di daerah selatan Negri Singhapura salah satu vassal kerajaan majapahit, Ada sebuah desa bernama Turyyan yang letaknya cukup terpencil. Desa tersebut dipimpin oleh seorang akuwu bernama Mpu Nara Wayong. Nara Wayong dengan udeng berwarna putih serta rambut beruban yang digerai menunjukkan umur yang sudah tidak muda lagi ,namun belia berperawakan cukup tegap untuk seorang yang sudah berumur 60 tahun. Sudah hampir lebih lima tahun ini Mpu Nara Wayong menjadi akuwu di desa Truyyan ini. Di bawah kendali beliau desa menjadi cukup makmur berkat inisiatif yang beliau lakukan, seperti perbaikan irigasi serta tata kelola pertanian yang lain. Memang di desa ini kebanyakan penduduk adalah petani karena letaknya yang jauh di pedalaman, jauh dari pusat perdagangan seperti di tuban ataupun ujung galuh. Tapi meskipun cukup jauh dari pusat keramaian para penduduk di desa tetap hidup berkecukupan dengan hasil pertanian mereka.
Mpu Wayong kita panggil beliau mempunyai seorang putra tunggal bernama Nara sima. Seorang pemuda tanggung umur 20an. Parasnya cukup tampan dengan rambut yang digelung seperti kebanyakan pria lain sejamannya,kulit sawo matang, mata yang biru dan tubuh yang cukup tegap. Membuat gadis gadis di desa yang memandang Nara sima seperti kena gendam.
Dan di hari ini Sima hendak pergi dari Truyyan untuk menuju Daha, ibu kota Majapahit setelah luluh lantak akibat perang saudara berkepanjangan selepas maharaja hayam wuruk wafat. Tujuan Sima pergi ke Daha untuk bertemu pamannya yaitu Abirama, seorang juru tulis puri daha sekaligus untuk membantu pekerjaan pamannya tersebut.
"Sembah hormat bapa, Nara Sima mohon undur diri untuk pergi ke kutaraja Daha"
Sima memberikan penghormatan kepada ayahnya

"Bangkitlah anakq Sima, segeralah berangkat menuju Daha kamu akan di temani oleh Entus untuk menjagamu sepanjang perjalanan sampai ke daha."
"Karena akhir akhir ini makin banyak rampok yang merajalela"
Mpu wayong pun memberikan bekal uang 500 kepeng untuk bekal perjalanan Sima dan entus
"Entus aq titipkan anakq padamu sampai ke daha tolong jaga dia "

"Enggeh mpu Wayong hamba akan menjaga kakanda Sima sampai ke tempat tujuan"
Entus memberi penghormatan kepada mpu Wayong

Mpu Wayong pun melepas kepergian mereka berdua di gerbang paduraksa desa yang terbuat dari tumpukan bata merah yang sederhana. Dan lambat laun bayangan mereka berdua pun hilang ditelan rimbunnya pohon beringin dan kepuh.

"Sudah berangkat mbah Kakang Sima?"
Tanya cuwut seorang bocah yang lewat sembari menenteng kerbau

"Sudah le, emang kamu darimana kok keringatmu se jagung jagung"

"Dari ngarit (mencari rumput) mbah buat temon (panggilan untuk kerbaunya)

"Ngarit kok siang siang begini lha yo kepanasan to kamu"

"Hehehe enggeh mbah, nganu ngarit sambil cari buah kenitu mbah mumpung lagi musim"

"Lho emang lagi musime to ?"

"Lho buanyak mbah di pinggiran kali mati"

"Owalah ya udah ati ati klo lagi cari buah, takute sampean ntar kecebur di sungai"

"Enggeh mbah, monggo mbah saya mau pulang dulu udah laper, kenitunya gk bisa buat ganjal perut"

" Hahahah ya wes sana pean pulang dulu le"

Si cuwut pun berlalu pergi dari hadapan mpu wayong, sementara mpu wayong kembali menatap jalan dimana anaknya pergi meninggalkan desanya. Sebenarnya mpu Wayong tidak tega mengirim Sima pergi ke Daha, karena situasi politik yang tidak menentu selepas patih Udhara melengserkan Dyah Ranawijaya. Tetapi Sima bersikeras ingin tetap pergi karena ingin melihat dunia luar dan mencari berbagai ilmu yang belum tentu ia dapatkan jika hanya berdiam diri di desa.


lombokjowo
bukhorigan
itkgid
itkgid dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.9K
38
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan