Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mbsusAvatar border
TS
mbsus
Ternyata Ini Penyebab Vaksinasi Menjadi Lambat


Gambar vaksinasi oleh
cromaconceptovisual dari pixabay.com



Vaksinasi di Indonesia, ternyata lebih lambat dibanding negara lain, karena adanya resistensi dari sebagian masyarakat.

Vaksinasi telah dimulai, ditandai dengan penyuntikan vaksin buatan Sinovac, CoronaVac kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (13/1/2021).


Foto: Presiden Joko Widodo meninjau vaksinasi massal covid-19 di Istora Senayan. (Biro Pers Sekretariat Presiden/ Laily Rachev)[Melalui CNBC]


Mengikuti program tersebut, vaksin disebar ke berbagai daerah, dilanjutkan dengan vaksinasi secara gratis kepada masyarakat secara bertahap.

Tahap pertama, yakni untuk jajaran tenaga yang berkaitan dengan kesehatan dan mahasiswa yang bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan.

Tahap kedua, petugas pelayanan publik serta petugas yang terlibat langsung dalam pelayanan masyarakat dan kelompok berusia lanjut.

Tahap ketiga, vaksinasi kepada masyarakat yang rentan terhadap perihal sosial, ekonomi, dan pertimbangan keruangan (posisi dan lokasi kerapatan penduduk).

Tahap keempat, adalah masyarakat pelaku ekonomi terpilih sesuai pendekatan kluster dan ketersediaan vaksin.



Gambar vaksin oleh torstensimon dari pixabay.com


Namun menurut CNBC Indonesia, proses vaksinasi di Indonesia dianggap kalah cepat dengan negara-negara lain di Eropa dan Amerika Utara. Mengapa?

Selain terkendala wilayah yang luas dan tersebar, adanya resistensi dari sebagian masyarakat diperkirakan menghambat pelaksanaannya. Sekelompok masyarakat enggan, bahkan menolak divaksin dengan beragam alasan. Satu pihak lain mengkhawatirkan efek samping vaksinasi yang dapat menggangu kesehatan.  Pihak berbeda lagi berdalih, meragukan kehalalannya.

Itulah  yang menyebabkan vaksinasi di Indonesia kalah cepat dibanding negara lain di kawasan Eropa dan Amerika Utara.

Sedangkan sebagian lagi menolak dengan alasan yang bersifat traumatis.Barangkali pada masa lalu ada pengalaman buruk berkaitan dengan vaksinasi.

Tahun 1970 an, sudah ada program vaksinasi BCG, DPT, Polio, dan lainnya yang Ane lupa. Pada zaman itu tak ada yang berani menentang pemerintah, namun bukan berarti tidak ada yang resisten. Ada, tetapi sebatas ngedumel. Ada juga yang menghindar, sembunyi di hutan.

Yang ikut vaksinasi, ada yang biasa-biasa saja. Ada  juga yang meraung-raung, takut jarum suntik. Maklum masih usia SD. Efek sampingnya juga beragam. Ada yang demam, bengkak di pangkal lengan, bahkan meninggalkan bekas yang menonjol. Ada juga yang tidak terpengaruh apa-apa.

Bermacam-macam reaksinya, tetapi tidak mencuat ke permukaan yang kemudian meluas menjadi berita, karena waktu itu belum ada medsos. Pemberitaan juga terbatas (baca: dibatasi).

Namun vaksinasi pada ketika itu menghasilkan kekebalan bersama pada mayoritas masyarakat yang membendung penyakit-penyakit terkait. Saat ini, penerapan Vaksin COVID19 melalui vaksinasi gratis bertujuan serupa.

Jadi dengan terciptanya kekebalan bersama, penularan akibat coronavirus dapat dikendalikan.

Sesungguhnya menghadapi vaksinasi deg-degan juga. Pada dasarnya Ane takut jarum suntik, tetapi demi kepentingan bersama yang jauh lebih besar, Ane memilih percaya dan yakin kepada Vaksin COVID19.

Gambar alat suntik oleh Triggermouse dari pixabay.com


Sumber rujukan:Kompas dan CNBC Indonesia
Diubah oleh mbsus 06-02-2021 00:14
husnamutia
tien212700
tien212700 dan husnamutia memberi reputasi
2
434
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan