Entah terbuat dari apa tangan dan pemikiran beliau, yang jelas dari sinilah semua bermuara. Semua begitu mudah diresapi tanpa ‘embel-embel keminter’. Pada “Daur” saya belajar tentang semua yang dianggap biasa saja. Kalau biasanya semua buku diramu dengan kata-kata “siap santap” tapi lain cerita dengan karyanya satu ini, mengajak kita untuk memasuki ideologi pembelajaran mulai dasar hingga yang siap ditelan. Hal-hal menarik yang ditemui pada setiap lembarnya sengaja saya rangkum  disini.




1. Pas dan Berbobot




Mbah Nun memang sangat jeli dalam mengamati setiap perkara yang terjadi. Setiap persoalan, beliau sisir dengan nuansa analisa kebudayaan yang pas dan berbobot. Saya suka pembahasannya yang tidak pernah melihat warna maupun strata sosialnya.


2. Belajar Tanpa Menggurui



Lagi-lagi saya dibuat geleng-geleng tentang bahasa yang beliau tuturkan. Pada karyanya kita  diajak untuk lari marathon tapi dengan hati-hati. Beliau mengajak kita menilik karyanya dengan pembawaan yang damai dan benar pesan-pesan tersebut tersampaikan kepada pembacanya.

3. Memperdalam tentang Jawa (Jowo sing Jawani)



Dengan membaca buku ini, saya yang asli Jawa malu sangat malu karena merasa dari Jawa tapi kurang mengerti terhadap asal-usul Jawa itu sendiri. Tapi dari sini saya belajar bahwa menjadi bagian dari Jawa tidak perlu mengArabkan atau makmum Barat.



Saya rasa semua yang tertulis di buku ini, semua ada benarnya. Semua dengan mudah dijungkir dan dibalikkan, bahkan dimanipulasi. Terimakasih wejangannya, Mbah.

Foto pribadi
Sumber :dari buku Iblis tidak butuh pengikut