Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

malaikatrinduAvatar border
TS
malaikatrindu
Gambaran Mengagumkan Belajar Daring di Sekolah Non-elit, Pantas Dapat Award!

Foto: Dok. Pribadi

Absen rasa flash sale di grup WhatsApp, tugas bertubi-tubi hasil copy paste dari Blogspot dan guru yang hanya membalas chat murid dengan emoticon jempol adalah gambaran betapa menganggumkannya belajar daring di negara kita.

Sejak awal tahun ajaran baru, sistem belajar daring yang dikeluarkan pemerintah dalam mencegah penularan virus Covid-19 sudah terlihat sangat berkualitas. Khusus di sekolah saya dan beberapa sekolah teman, satu minggu pertama tidak ada kegiatan atau informasi apapun. Jadwal pelajaran dan pengarahan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) berlangsung molor.

Walau memprihatinkan, sebagai siswa visioner kami justru merasa senang karena ini merupakan sebuah simulasi menjadi pengangguran. Bukan tanpa alasan, pemerintah gagal menahan angka pengangguran di masa pandemi. Bahkan kata Bappenas, tahun depan bakal lebih parah karena Pertumbuhan Angka Pengangguran (PTP) mencapai kisaran 7,7% - 9,1%.

Setelah belajar daring mulai berjalan "optimal", hal menakjubkan yang mungkin hanya bisa ditemukan di negara ini benar-benar kami rasakan. Sebut saja absensi di grup WhatsApp, di mana tidak hanya diajarkan untuk mengisi kehadiran tepat waktu, namun juga esensi kesabaran.

Karena waktu yang diberikan hanya lima belas menit, para siswa pun adu cepat. Setelah mengirim chat absen berisi nama sesuai nomor urut, kami harus legowo menghapus chat tersebut dan menulis lagi ketika ada teman yang mengirim di waktu bersamaan.

Kejadian tersebut berlangsung berulang-ulang. Alhasil kami harus tulis, kirim, hapus, tulis ulang, kirim, hapus lagi, terus seperti itu sampai ada masanya di titik jenuh. Rasanya lebih baik menulis nama di Death Note. Nama pejabat Kemendikbud yang di OTT KPK tapi, bukan nama kami.

Parahnya lagi, absen rasa flash sale tersebut di beberapa pelajaran harus dilakukan dua kali. Pertama di grup BK dan satunya lagi di grup mata pelajaran. Tidak sampai di situ, absen di website PJJ sekolah juga jangan sampai terlewat.

Jika yang diulang-ulang itu input data bantuan pemerintah mungkin ada faedahnya karena bisa dikorupsi, tapi ini 'kan absen gitu lho. Datanya mau dijual di Dark Web juga tidak akan laku. Maudy Ayunda jika ikut sekolah daring dan absennya sangat tidak efisien seperti ini pasti setiap hari nyanyi lagu Untuk Apa.

Hijrah dari masalah absen, tugas selama sekolah daring pun patut diacung jari tengah. Eh ralat, maksudnya diacungi jempol. Bagaimana tidak, tugas diberikan guru sangat mirip seperti kondisi umat akhir zaman sebagaimana yang disabdakan Rasul, bagaikan buih di lautan alias banyak tapi tidak berguna.

Sebagai siswa kami tetap mengerjakannya karena menghargai kerja keras guru dalam men-copy paste soal dari Blogspot. Sudah hasil copas, tidak diedit dulu lagi sebelum diberikan kepada siswa. Tolonglah wahai dewan guru, otak kami mana bisa memahami teks yang tidak lebih rapi dari prasasti Yupa yang ditulis 16 abad lalu.

Namun demi kuota beberapa KB yang dikeluarkan guru saat men-copas, kami tetap semangat belajar. Apalagi tugas copasan itu satu-satunya media belajar karena kami jarang belajar lewat video conference. Bukan tanpa alasan, mayoritas pelajar adalah para pengguna kartu rakyat yang layak menerima sumbangan Yayasan Peduli Kasih.

Karena harganya di bawah garis kemiskinan, provider kapitalis memberikan kualitas ala kadarnya. Dengan koneksi internet lemah, video dan audio di Zoom yang terputus-putus lebih mirip tayangan Deep Web alih-alih belajar

Walaupun tugasnya kurang manusiawi, namun bisa dibilang guru-guru selama belajar dari daring. Mereka memperlakukan murid seperti seorang pacar. Tapi, pacar yang ngambek dan tidak memberi informasi apapun. Dichat hanya dibaca, paling banter dibalas emot jempol.

Ada juga guru yang seperti pacar posesif. Hanya untuk mengecek jawaban dari soal hasil copasan Blogspot yang tidak diedit dulu, mereka menyuruh para siswa ke sekolah. Itupun tidak benar-benar dicek, hanya dikasih paraf, mungkin dalam upaya hemat tinta selama krisis pandemi. Demi ingin bertatap wajah secara langsung di sekolah dengan guru posesif, kami rela berangkat jauh dari rumah dan beresiko terinfeksi virus.

Sebagai warga negara yang kurang nasionalis, membanding-bandingkan negara sendiri dengan negara lain adalah hobi, tak terkecuali untuk masalah belajar daring. Selepas menelaah kondisi International bak pengamat amatiran, kami menemukan solusi atas problematika belajar daring ini.

Kami pun mengkritik beberapa sistem belajar daring yang sebenarnya sudah sangat berkualitas kepada pihak guru dan sekolah. Mulai dari absensi, komunikasi guru, tugas hingga psikologi siswa yang terganggu karena stress.

Akan tetapi demi menjaga kemurnian kualitas belajar yang tak tersentuh inovasi, kritikan tersebut tak digubris. Kami malah disuruh manut dan instropeksi karena katanya mayoritas guru di sekolah negeri biasa itu tidak pernah salah. Entah karena gengsi untuk mengakui atau memang benar adanya.

Kami pun termenung semalaman. Antara menyesal, sedih, marah dan kecewa. Tapi kalau dipikir-pikir, buat apa mengkritik sekolah negeri biasa. Mbok ya sudah tahu bukan sekolah berkualitas elit, tapi rewel menuntut banyak. Kalau sekolah di Al-Azhar, Alexanderia Islamic School atau di Jakarta Intercultural School baru jika sistemnya sebobrok ini layak protes.

Tak mau berlarut-larut, kami pun menyudahi kekeliruan pemikiran tersebut dan akhirnya tersadar. Hey, bagaimana bisa kami mencela kesempurnaan sistem belajar daring ini. Yang ada harusnya bangga, sebagaimana bangganya warga negara ini saat ada YouTuber asing bisa bahasa Indonesia walau hanya sekadar "Saya Cinta Kalian!".

Ini adalah sistem super mindblowing. Sistem di Finlandia, Kanada, Korea Selatan dan Selandia Baru tidak apa-apanya. Bisa dibilang kurikulum kita 350 tahun lebih maju--jika dihitung dari zaman VOC.

Sudah sepantasnya guru dan sistem daring, khususnya di sekolah-sekolah negeri biasa, mendapat penghargaan dari Cambridge Internasional atas inovasi, dedikasi dan kualitas yang tak terbantahkan.

---

Penulis:@malaikatrindu
Referensi: Opini Pribadi


Diubah oleh malaikatrindu 07-09-2020 06:18
Richy211
asmulfaisi
rangngga
rangngga dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.1K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan